Daddy : Tahun 2019 DPRD Jabar Akan Terapkan Energi Tenaga Surya
BANDUNG.SJN COM. -Pansus IV DPRD Jabar saat ini tengah membahas dan menyusun 2 (dua) Raperda yaitu Raperda tentang Rencana Umum Energi Daerah (RUED) dan Raperda Barang Milik Daerah. Namun, saat ini kita tengah Fokus membahas RUED yang merupakan turunan dari Rancangan Umum Energi Nasional (RUEN) dan menjadi kewajiban daerah untuk membuat RUED.
Menurut Ketua Pansus IV DPRD Jabar, H. Daddy Rohanady mengatakan, dalam RUEN sudah ditetapkan besarannya, terutama soal mix/ bauran energi yang berasal dari energi posil yang diperhitungkan akan habis dalam beberapa tahun kedepan. Sehingga dalam RUEN dicantum target tahun 2025 sebesar 23% mix energinya dan ditahun 2050 sebesar 31%.
Namun, berdasarkan perhitungan kawan-kawan dari Dinas ESDM Jabar bahwasaat baru mencapai 17% saja di tahun 2025. Karena gebnya cukup jauh akhirnya dihitung lagi agar selisih antara terget Nasional dengan Jabar tidak terlalu jauh, kata Daddy saat ditemui diruang Komisi IV DPRD jabar, Kamis (18/10-18).
Dikatakan, Provinsi Jawa Barat memliki potensi cukup untuk energi terbauran yaitu energi pembangkit listrik tenaga surya. Hal ini karena Jabar memiliki luas area cukup luas yaitu sekitar 37.000 persegi , jadi ini bukan main luasnya bila dibandingkan provinsi lain.
Contoh yang paling eplentatif bisa kita mulai terapkan pada gedung-gedung pemerintah. Bahkan di tahun 2019, Gedung DPRD Jabar akan diterapkan menggunakan pembangkit listrik tenaga surya. Sehingga akan mengurangan pemakaian listrik dari PLN. Namun, kesannya, seolah-olah mengurangi belanja Dewan untuk PLN. Tetapi ini sudah sesuai dengan target dalam RUEN. Itu yang diharapkan.
Selain itu, kita juga akan menghidupkan kembali beberapa pembangkit Listrik tenaga surya yang ada, seperti Tenaga Surya di Gunung Cermei, ujar Daddy yang juga Wakil Ketua Komisi IV DPRD Jabar ini.
Adapun terkait cukup mahalnya pembangunan infrastruktur pembangkit Tanaga Surya, tentunya menjadi perhatian kita di Pansus. Namun, kita berusaha mencoba membuka ruang seluas-luasnya untuk peran serta masyarakat. Jadi tidak ada salahnya masing-masing instansi, swasta dan perorangan untuk dipersilahkan membangun pembangkit tenaga surya ataupun pembangkit dari kotoran hewan maupun manusia. Namun, nilainya cukup kecil.
Lebih lanjut Ia mengatakan, ketika Pansus konsultasi dengan pihak Dewan Energi Nasional di Jakarta, kita sampaikan seandainya Jabar mampu menghasilkan sumber energi terbauran. Tetapi biaya produksi lebih mahal dari hasil produksi yang dijual ke PLN, lantas pertanyaannya dimana sesungguhnya interpensi pemerintah ?.. ujarnya.
Jangan sampai Biaya produksi cukup besar tanpa ada interpensi dari pemerintah pusat. Jadi tanpa ada stimulus dari pemerintah rasanya cukup sulit juga merangsang orang untuk berinovasi, apalagi dalam sekala besar.
Saat ditanya setelah Raperda disahkan menjadi Perda RUED, siapa yang akan menjalankan dan mengeplentasikannya ?… Dady mengatakan, sesuai dengan UU No 23 mengamanatkan, otoritas terkait ESDM tidak ada lagi di Kabupaten- kota, sudah beralih ke tingkat Provinsi. Untuk itu, kita mendorong PLTMH Cirompang dan sebagainya. Tandasnya (dh)