Fenomena Hoax Dalam Sudut Pandang Neuroscience, Psikologi, Dan Cyber Crime
BANDUNG.SJN COM, -Asosiasi Psikologi Forensik (APSIFOR) Perwakilan Jawa Barat dan Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Wilayah Jawa Barat melaksanakan kegiatan Seminar dengan Tema ,” Kupas Tuntas Fenomena Hoax dalam sudut pandang Neuroscience, Psikologi, dan Cyber crime ” bertempat di Dinas Psikologi Angkatan Darat, Jalan Sangkuriang No. 17 Dago, Coblong, Kota Bandung, Sabtu (23/2/2019).
Ketua Panitia Seminar Sistrianova dari Centre of Behaviour Research menuturkan fenomena gangguan psikologis ini marak terjadi saat ini. Hal ini dikarenakan berkembangnya sosial media di masyarakat. Sehingga jika tidak dicegah efeknya bisa berbahaya dikarenakan adanya UU ITE.
“Semisal dengan berita penggratisan bensin beberapa waktu lalu yang menyatakan ada bensin gratis pada tanggal 29 Februari 2019. Padahal seperti kita ketahui tak ada itu tanggal 29 Februari itu kan hanya ada pada tahun kabisat. Jadi kalau tidak terlalu penting dan tidak bermanfaat sebaiknya tidak dishare sembarangan,” ucapnya.
Masyarakat pun lanjut Eva punya kebiasaan buruk yaitu membagikan berita yang dimilikinya tanpa dipikir panjang. Berita yang dibagikan ini pun lanjut dia bahkan selain berita lelucon juga adalah berita hoaks. “Nah setelah terkirim barulah si pengirim berpikir, apakah berita yang dibagikan ini menyinggung orang lain atau tidak, bermanfaat atau tidak?,” ucapnya.
Jadi kata Eva, ada masalah psikis baru yang hadir di masyarakat yang harus ditangani dengan pendekatan khusus. “Seolah-olah masyarakat ini ingin menjadi yang pertama dalam membagikan informasi, padahal benar atau tidaknya belum diketahui,” katanya.
fenomena gangguan psikologis ini marak terjadi saat ini. Hal ini dikarenakan berkembangnya sosial media di masyarakat. Sehingga jika tidak dicegah efeknya bisa berbahaya dikarenakan adanya UU ITE.
“Semisal dengan berita penggratisan bensin beberapa waktu lalu yang menyatakan ada bensin gratis pada tanggal 29 Februari 2019. Padahal seperti kita ketahui tak ada itu tanggal 29 Februari itu kan hanya ada pada tahun kabisat. Jadi kalau tidak terlalu penting dan tidak bermanfaat sebaiknya tidak dishare sembarangan,” ucapnya.
Masyarakat pun lanjut Eva punya kebiasaan buruk yaitu membagikan berita yang dimilikinya tanpa dipikir panjang. Berita yang dibagikan ini pun lanjut dia bahkan selain berita lelucon juga adalah berita hoaks. “Nah setelah terkirim barulah si pengirim berpikir, apakah berita yang dibagikan ini menyinggung orang lain atau tidak, bermanfaat atau tidak?,” ucapnya.
Jadi kata Eva, ada masalah psikis baru yang hadir di masyarakat yang harus ditangani dengan pendekatan khusus. “Seolah-olah masyarakat ini ingin menjadi yang pertama dalam membagikan informasi, padahal benar atau tidaknya belum diketahui,” katanya.
Lebih jauh Eva mengatakan Kegiatan seminar ini, bertujuan untuk membuka wawasan tentang perilaku Hoax berdasarkan pendekatan Neiroscience, dinamika psikologi dari perilaku Hoax, memahami perilaku hoax sebagai suatu bentuk Cyber crime, menumbuhkan kesadaran hukum untuk menghindar dan menjadi korban prilaku hoax, dan upaya memunculkan upaya dalam menemukan solusi unt mengatasi hoax.
Sementara itu Pakar Psikologi Forensik, M. Hatta Albanik menyatakan peredaran hoaks di Indonesia ini termasuk yang berlebihan di dunia. Padahal di Negara lain hoaks ini pun ada semisal di Brasil atau Bulgaria, namun tidak gencar seperti di Indonesia.
“Guncangannya sangat kuat di Indonesia, jadi perlu banyak pembelajaran khusus bagi masyarakat di Indonesia ini. Terutama dalam bidang psikologi, karena dengan psikologi maka guncangan hoaks ini bisa teredam dengan baik,” katanya.
Kabag Bin Opsnal Dit Reskrimsus Polda Jawa Barat AKBP Dr. Rusman, S.H., M.H., dalam paparannya menjabarkan bahwa Hoax merupakan upaya untuk menyebar luaskan berita atau nformasi bohong, atau tidak benar kepada penerima, pendengar, atau publik agar mempercayai bahwa info atau berita yg disebarkan tersebut benar, bila dilakukan secara masif akan dapat mempengaruhi psikologi penerima.
“Hoax perlu dicegah, dengan cara pahami dan cerdas dalam menggunakan Media sosial”, Jelasnya.
Selanjutnya menurut Dr. Rusman bila Hoax mengandung unsur propaganda, ujaran kebencian, penghinaan,yang dapat dan merusak kesatuan dan kesatuan, dapat diproses Pidana, dikenakan UU No 19 tahun 2016.
“Oleh karena nya agar kita tidak jadi korban atau pun pelaku penyebar hoax, tahan diri, baca tuntas, analisa rasional tidak info tersebut, apa dampaknya, sebelum menyebarkannya”, Tegas Dr. Rusman.
Hadir dalam acara tersebut sebagai Nara Sumber :
1. AKBP Dr Rusman, SH.MH., Kabag Bin Opsnal Dit Reskrimsus Polda Jabar
- Jesse A Monintja MA, Psy. Gambaran kondisi otak pelaku dan korban Hoax.
- Drs Hatta Albanik ,Mpsi, gambaran tentang profil dan dinamika pelaku dan korban Hoax.
Hadir pula dalam acara tersebut para peserta dari para Psikolog yang tergabung dalam HIMPSI Jabar, serta sejumlah 250 Peserta Mahasiswa Fakultas Psikologi yang ada di Jawa Barat.
Seminar di buka oleh Kepala Dinas Psikologi Angkatan Darat Brigadir Jenderal Eri Radityawara Hidayatdan Key Note Speaker Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko, S.I.K (dh)