Klaim Bandara Kertajati Sebagai Penyebab Turunnya Kedatangan Wisatawan Di Kota Bandung Kurang Tepat
BANDUNG.SJN COM,-Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) –berikutnya disebut BIJB Kertajati– di Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka Provinsi Jawa Barat (Jabar) sudah ditetapkan menjadi bandara utama bagi provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia ini.
Selain masuk dalam Peraturan Presiden Nomor 3 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN), bandara representatif sekaligus Aerocity di Kertajati ini tercantum dalam Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jabar Tahun 2009-2029 serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Jabar.
Sejak diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo pada 24 Mei 2018, Pemerintah Daerah Provinsi (Pemdaprov) Jabar pun terus mendorong dan mendukung fungsi BIJB Kertajati sebagai bandara utama Jabar.
Sebelumnya, Provinsi Jabar mengandalkan Bandara Husein Sastranegara di Kota Bandung yang merupakan enclave sipil (bandara bagi sipil di kawasan militer) sebagai penyokong utama transportasi udara bagi hampir 50 juta penduduknya.
Dan untuk menata rute, Kementerian Perhubungan RI pun menetapkan 13 rute penerbangan domestik pesawat bermesin jet yang ada di Bandara Husein Sastranegara dipindah ke BIJB Kertajati mulai 1 Juli 2019.
13 rute tersebut antara lain Surabaya, Denpasar, Kualanamu, Yogyakarta, dan Lombok. Sementara penerbangan internasional termasuk Malaysia dan Singapura tidak turut dipindahkan.
Kini, muncul klaim bahwa pemindahan rute ke BIJB Kertajati berpengaruh terhadap penurunan wisatawan khususnya mancanegara di Kota Bandung yang tiba melalui Bandara Husein Sastranegara.
Menurut Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung, terdapat penurunan 150 ribu wisatawan sepanjang 2019 (hingga pertengahan Oktober). Itu berpegaruh terhadap penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bandung yang 33 persennya disokong sektor pariwisata khususnya oleh wisatawan Malaysia dan Singapura.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Jabar Hery Antasari menegaskan bahwa klaim tersebut harus berdasarkan kajian teknokratis dan akademis.
Pasalnya, Hery mengaku data yang ia terima menyebutkan bahwa angka 150 ribu tersebut (tepatnya 155 ribu orang) merupakan jumlah keseluruhan kunjungan wisatawan mancanegara ke Kota Bandung dalam satu tahun.
“Dan 155 ribu ini, kalau dilihat month to month Juli-Agustus pada rentang yang sama di 2018 dan 2019, justru ada peningkatan. (Juli-Agustus) itu di bulan-bulan ada penerapan penataan rute,” kata Hery.
“Sementara penerbangan internasional ‘kan tidak dipindahkan dari Husein. Jadi harus pakai data, kaji lagi. Kalau ada data, itu malah menjadi masukan bagi kami,” tambahnya.
Terlebih, data yang ada menunjukkan bahwa penerbangan di Bandara Husein saat ini malah bertambah, baik jumlah rute tujuan maupun frekuensi per rutenya. Terakhir, ada penambahan rute ke Banyuwangi.
Dishub Jabar, lanjut Hery, sangat terbuka untuk menerima hasil kajian jika terbukti menyebutkan adanya pengaruh Bandara Kertajati terhadap penurunan wisatawan dan PAD Kota Bandung. Hal itu penting untuk menentukan kebijakan dalam mengembangkan Kertajati ke depan.
“Kita semua pemerintah semua level dan warga Jabar harus memperjuangkan Kertajati sebagai bandara utama. Tapi jika begini, ini sudah ada pelemahan karakter dan opini tentang Bandara Kertajati. Kalaupun ada (pengaruh), seberapa jauh? Saya kira bukan faktor utama. Tolong kaji lagi,” tutur Hery.
Menurutnya, mungkin saja tendensi penurunan sektor pariwisata ini memang fenomena nasional. Indikasinya, kata Hery, yakni banyaknya keluhan yang sama dari pengusaha sektor ini di tujuan wisata lain di Indonesia, salah satunya Bali. Termasuk, kemungkinan pengaruh tingginya tarif tiket penerbangan sebagai penyebab utama.
“Dan pada Juli (2019) itu, Pak Wali Kota sangat positif terhadap penataan rute ini karena beliau melihat jangka panjang dan menengahnya untuk Kota Bandung,” imbuhnya.
Hery pun menegaskan, keberadaan BIJB Kertajati merupakan wujud konektivitas di Jawa Barat antara pusat-pusat ekonomi untuk percepatan pembangunan dan pemerataan pembangunan.
“Keunggulan Kertajati mampu menjadi hub maskapai besar, mengkoneksikan ke global dan nasional jauh lebih baik dari Bandara Husein. Nanti juga ada Aerocity-nya. Ekonomi Jabar, termasuk Bandung Raya, juga akan lebih melompat dengan adanya Kertajati, pembangunan juga akan merata,” ujar Hery.
Selain itu, Hery berujar keberadaan BIJB Kertajati membuat warga Ciayumajakuning, Priangan Timur, dan lain-lain, akan lebih bisa menjangkau transportasi udara dengan lebih dekat.
Sementara itu, runway maupun kapasitas menerima pesawat di Bandara Husein yang sangat terbatas sudah tidak bisa dikembangkan menjadi alasan utama mengapa BIJB Kertajati harus didukung sebagai bandara komersial representatif Jabar.
“Kalau kita gagal memanfaatkan momentum dan timing sekarang, misalnya menunggu Tol Cisumdawu jadi, maka kerugian yang akan ditanggung oleh warga Jabar, termasuk warga Bandung Raya, karena sudah bayar pajak dan membiayai BIJB Kertajati,” ucap Hery.
“Imbauan kami, mari kita bersabar, jangan khawatir, semua akan indah pada waktunya. Kalau sekarang repot-repot 2,5 jam (ke Kertajati), saya pikir itu harga yang pantas untuk kita nanti punya bandara yang luar biasa megah dan terkoneksi dengan baik,” ujarnya.
Dishub Jabar sendiri mendukung keberadaan BIJB Kertajati mulai dari mendorong percepatan pembangunan infrastruktur, memaksimalkan fungsi fasilitasi dan koordinatif, membantu realisasi penyertaan modal, menyediakan rambu-rambu, marka, dan sebagainya di sekitar Kertajati melalui anggaran Dishub, hingga mendorong realisasi penerbangan umroh dan haji mulai 2020 di Kertajati termasuk embarkasi haji.
Hery pun mengingatkan kembali fungsi enclave sipil Bandara Husein Sastranegara milik TNI AU ini. Menurutnya, wajar jika secara parsial maupun total bandara di kawasan padat penduduk itu akan dikembalikan fungsinya sebagai landasan udara militer.
“Semua unsur, pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota, sudah sepakat dan menjadi regulasi bahwa Kertajati adalah bandara utama Jawa Barat. Kalau sudah ditentukan, semua harus mengacu ke sana termasuk RTRW kabupaten/kota, termasuk Kota Bandung harus menyesuaikan RTRW, tidak lagi mencantumkan secara jangka panjang Bandara Husein sebagai bandara utama,” ucap Hery.
“Kertajati adalah masa depan Jawa Barat, kemudian demi anak-cucu yang nanti merasakan, saya mohon dengan sangat kita ibaratnya mundur setengah langkah untuk melompat jauh lima langkah ke depan. Mohon maaf jika ada ketidaknyamanan, tapi ini untuk kebaikan bersama termasuk bagi warga Bandung yang akan lebih nyaman ketika Kertajati terwujud optimal,” tutupnya.
Bagi Peran Antara BIJB Kertajati dan Husein Sastranegara
Demi mendukung optimalisasi BIJB Kertajati sebagai bandara utama Provinsi Jabar, PT Angkasa Pura II (Persero) selaku operator atau BUBU (Badan Usaha Bandar Udara) BIJB Kertajati dan Bandara Husein Sastranegara membagi peran kedua bandara itu.
Tujuannya, sektor penerbangan dan transportasi udara dapat lebih maksimal dan optimal dalam mendukung pertumbuhan perekonomian serta pariwisata di Jabar.
PT. Angkasa Pura II pun memutuskan bahwa Bandara Husein Sastranegara akan dijadikan bandara hub bagi penerbangan pesawat baling-baling (propeller) seperti ATR 72 dan sejenisnya untuk rute-rute dalam dan keluar Jawa.
Adapun maskapai yang saat ini mengoperasikan propeller di Bandung adalah Wings Air, Garuda Indonesia, NAM Air dan Citilink, dengan berbagai rute tujuan antara lain Surabaya, Bengkulu, Yogyakarta, Tanjung Karang, Halim Perdanakusuma, Solo, hingga Pangkal Pinang.
Menurut President Director PT. Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin, infrastruktur dan lokasi Bandara Husein Sastranegara sangat tepat untuk menjadi hub pesawat propeller.
“Saat ini sudah ada 68 penerbangan propeller setiap hari untuk take off dan landing. Kami targetkan segera bertambah lagi, baik itu pembukaan rute baru atau penambahan frekwensi di rute eksisting. Estimasinya bisa menjadi 100 penerbangan sampai akhir tahun 2019 ini,” kata Muhammad Awaluddin dalam keterangan resminya.
Sejumlah rencana pengembangan di Bandara Husein Sastranegara juga akan disesuaikan menyusul keputusan menjadikan bandara itu sebagai hub propeller, di antaranya terkait dengan bengkel pesawat atau MRO (maintenance, repair, overhaul).
Lebih lanjut, Muhammad Awaluddin mengatakan bahwa Bandara Husein Sastranegara yang menjadi hub propeller ini akan mendukung penuh operasional BIJB Kertajati di Kab. Majalengka.
PT. Angkasa Pura II sendiri menyiapkan Bandara Kerjati untuk melayani penerbangan pesawat jet baik itu berbadan sedang (narrow body) atau berbadan lebar (wide body).
“Bandara Kertajati itu adalah masa depan dari Jawa Barat. Runway di bandara itu berukuran 3.000 x 60 m sudah bisa untuk melayani penerbangan wide body bukan saja Airbus A330 atau Boeing 777, tapi juga hingga sekelas Airbus A380,” ucap Muhammad Awaluddin.
Bahkan, tambahnya, runway Kertajati bisa diperpanjang hingga 3.500 meter dan masih ada lahan untuk membangun runway kedua.
“Sementara, di Husein Sastranegara ukuran runway 2.220 x 45 m yang maksimal hanya bisa narrow body karena sudah tidak mungkin lagi melakukan pengembangan runway di sana. Belum lagi luasan gedung terminal yang hanya mampu menampung maksimal 4 juta pergerakan penumpang per tahun. Area lahan untuk perluasan bangunan juga terbatas. Jadi, memang ada keterbatasan untuk pengembangan bandara,” tutur Muhammad Awaluddin.
Terakhir, Muhammad Awaluddin mengatakan bahwa masyarakat Jabar tak perlu khawatir soal aksesibilitas BIJB Kertajati.
“Ketika jalan tol Cisumdawu selesai, masyarakat dari kawasan Bandung Raya, Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan akan lebih mudah dan nyaman berangkat dari Bandara Kertajati. Juga bila jalan tol elevated Jakarta-Cikampek sudah beroperasi maka calon penumpang pesawat dari Bekasi, Cikarang, Karawang, diperkirakan lebih memilih berangkat dari Bandara Kertajati dibandingkan misalnya dari Bandara Halim Perdanakusuma atau Bandara Soekarno-Hatta,” ujarnya mengakhiri.(hms/dh)