Ridwan Kamil Buka West Java Food and Agriculture Summit 2020
BANDUNG.SJN COM.-Pertanian menjadi ekonomi masa depan Provinsi Jawa Barat (Jabar). Pertanian pun merupakan salah satu mesin ampuh yang dapat mempercepat pemulihan ekonomi Jabar yang terpuruk karena pandemi COVID-19.
Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Jabar pun berkomitmen menguatkan pertanian dengan melibatkan generasi milenial, mengembangkan teknologi pertanian, dan memperluas pasar komoditas pertanian, baik domestik maupun global.
Demikian dikatakan Gubernur Jabar Ridwan Kamil saat membuka West Java Food and Agriculture (WJFA) Summit 2020 di Hotel Savoy Homann, Kota Bandung, Kamis (10/12/2020).
WJFA Summit 2020 merupakan forum yang digagas oleh Pemda Provinsi Jabar dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jabar untuk menjawab tantangan pertanian dan ketahanan pangan.
“Pertanian menjadi ekonomi utama karena terbukti tahan terhadap disrupsi. Saat sektor lain minus, pertanian justru mengalami pertumbuhan positif di tengah pandemi COVID-19,” kata Kang Emil –sapaan Ridwan Kamil.
Akan tetapi, persoalannya, sektor pertanian belum menjadi magnet pekerjaan bagi generasi milenial di Jabar. Padahal, generasi milenial diharapkan membawa perubahan pada sektor pertanian masa depan.
Berdasarkan hasil survei pertanian antar sensus (sutas) 2018 yang dilakukan Badan Pusat Statistik, jumlah petani di Jabar mencapai 3.250.825 orang.
Dari jumlah tersebut, petani yang berusia 25-44 tahun hanya 945.574 orang atau 29 persen. Kondisi tersebut tentu memberikan efek domino bagi sektor pertanian di Jabar.
Kang Emil mengatakan, melalui program Petani Milenial, pihaknya berupaya mengubah wajah pertanian menjadi segar dengan memanfaatkan teknologi agar generasi milenial tertarik menjadi petani.
“Saya titip perbaiki edukasi kepada anak muda. Itulah mengapa kami ingin di awal tahun depan kita melaunching secara resmi program Petani Milenial,” ucapnya.
Nantinya, lahan milik Pemda Provinsi Jabar yang tidak terpakai dapat dimanfaatkan petani muda dengan sistem pinjam pakai atau bentuk kerja sama lainnya.
Komoditas yang ditanam pun disesuaikan dengan kebutuhan pasar dan kondisi lahan. Hal itu dilakukan agar komoditas hasil petani muda dapat terserap pasar atau bahkan masuk pasar global.
Pemda Provinsi Jabar, kata Kang Emil, akan mencari off taker. Dengan begitu, petani muda dapat berkolaborasi dengan off taker mengenai komoditas apa yang mesti dihasilkan.
“Nanti kita pinjamkan lahan, ada yang 1.000 meter, 5.000 meter, 1 hektare untuk ditanami sesuatu. Sesuatu itu kita yang menentukan. Kemudian kita wajib membeli, jadi mereka yang menanam tidak perlu berpikir menanam apa dan menjual kesiapa. Itu urusan pemerintah,” katanya.
“Kalau ini terjadi, keresahan melihat tanah nganggur hilang, keresahan kita melihat impor hilang, keresahan kita melihat petani muda tidak hadir juga akan hilang,” imbuhnya.
Dalam WJFA Summit 2020, Kang Emil menyerahkan penghargaan kepada kelompok tani yang mampu menembus pasar global. Selain itu, ia menyaksikan penandatangan MoU antara off taker dengan kelompok tani maupun kelompok ternak.
Kang Emil juga menyaksikan penyerahan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari sejumlah bank kepada kelompok tani maupun kelompok ternak.
“Terakhir dari saya adalah saya titip Himpunan Bank Milik Negara dan bank bjb dukung penuh revolusi pangan ini. Caranya jangan tunggu bola, melainkan jemput bola,” kata Kang Emil.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jabar Herawanto mengatakan, sektor pertanian merupakan salah sektor ekonomi yang diprioritaskan untuk segera dipulihkan. Sebab, sektor tersebut menjadi penyumbang terbesar ketiga ekonomi di Jabar setelah industri pengolahan dan perdagangan.
“Kami cermati dalam tiga tahun terakhir, sektor tersebut (pertanian)menunjukkan tren pertumbuhan meningkat. Di masa pandemi, sektor ini menjadi salah satu sektor yang masih mampu tumbuh positif,” kata Herawanto.
Menurut Herawanto, regenerasi petani perlu dilakukan. Salah satu langkah strategis untuk menggalang partisipasi generasi muda, khususnya milenial, adalah pemanfaatan teknologi baik dari sisi mekanisasi dan digitalisasi.
“Dalam memitigasi risiko krisis pangan global yang berdampak kepada Indonesia dan Jabar, maka kita harus mengambil langkah strategis untuk menjaga ketahanan pangan,” ucapnya. (red)