Politik

Demo Kawal Putusan MK terlahir dari Media Sosial, dampak Media sosial

Bandung.Swara Jabbar Com.-Ada hal yang menarik dari Demo Kemaren keterlibatan banyak pihak untuk turun berdemo Kawal Putusan MK dari Buruh, Mahasiswa, Artis Aktivis, Akademisi dan Para Guru Besar.
Deretan artis yang ikut serta ada Reza Rahadian, Kunto Aji, Abdur Arsyad, Penulis Okky Madasari, Acha Septriasa, Dochi Pee Wee Gaskins, Fedi Nuril. “Bintang Emon, Mamat Alkatiri, Yudha Keling alias Yudha Ramadhan, Adjis Doa Ibu, Ebel Cobra, Arie Kriting hingga Cing Abdel alias Abdel Achrian.

Selain itu, ada juga sutradara Joko Anwar.
Reza mengatakan Mahkamah Konstitusi (MK) sudah berusaha untuk berpihak kepada masyarakat dengan mengeluarkan putusan yang adil. Namun, masih ada saja lembaga seperti DPR yang mau ‘membegal’ putusan itu.

“Lantas Anda-anda di dalam ini wakil siapa?,” teriak Reza.

Reza Rahadian juga menegaskan bahwa kehadirannya di tengah demonstrasi Darurat Indonesia tersebut sebagai rakyat biasa yang gelisah melihat demokrasi Indonesia.
Ada kegelisahan dalam hati mereka melihat perkembangan Demokrasi yang terjadi seperti yang disampaikan oleh Reza Rahadian dalam orasinya.

Demokrasi yang terjadi saat ini dikuasai kaum elite politik, tidak mengikuti aturan yang ada sejak pilpres yang lalu, kaum elite politik merasa berhasil dengan strategi mereka dalam pilpres 2024. Membuat mereka mencoba untuk bertindak yang sama dalam Pilkada, mereka yang Duduk di kursi DPR dari Koalisi Indonesia Maju berusaha mengubah Aturan yang diputuskan oleh MK dengan membuat UU versi mereka, ternyata mendapatkan perlawanan dari banyak pihak, sehingga mereka membatalkan rencana mereka.

Banyak pihak yang kesal dan marah dengan permainan akrobatik politik mereka, karena tidak lagi memperjuangkan kepentingan rakyat kecil tetapi mereka memperjuangkan nasib dan kepentingan mereka sendiri.
Demo besar kemaren berawal dari Seruan Peringatan Darurat di Media Sosial. Ini merupakan fenomena yang menarik. Karena dari Media Sosial melahirkan gerakan besar yang menyatukan mereka untuk memperjuangkan demokrasi. Media Sosial berhasil jadi jembatan untuk perubahan. Jika kita ingat peristiwa di Mesir “25 Januari 2011 itu.

Protes terhadap pemerintah, terjadi di tengah ibu kota Mesir. Mahmoud Salem, seorang blogger Mesir berkicau melalui akun pribadinya: “Suasana di Mesir hari ini berbeda. Terlalu banyak orang yang masih berkutat dengan mentalitas budak. Ini sangat membuat frustrasi. Demonstran pro perubahan, berhadapan dengan demonstran pro Hosni Mubarak, sang presiden

Mesir yang berkuasa kala itu. Aksi massa pro perubahan didukung oleh netizen di Facebook dan Twitter, akhirnya berhasil menggulingkan Hosni Mubarak. Apa yang terjadi di Mesir kala itu dikenal sebagai Arab Spring, gerakan massa melawan rezim otoriter korup dan berantai terjadi di negara-negara Timur Tengah–selain Mesir, terjadi di Tunisia, Libya dan lainnya. “Media sosial, yang awalnya hanya digunakan sebagai sarana informasi dan komunikasi, berubah menjadi medium perubahan yang sangat kuat. Selain manfaat secara umum, media sosial punya peran untuk menggerakkan massa. Pada 6 April 2009 di Moldova, demonstran memprotes hasil pemilihan legislatif di Moldova yang dimenangkan oleh Partai Komunis Republik Moldova.

Kemenangan partai tersebut, dianggap palsu. Demonstran menghendaki adanya perhitungan ulang pada proses demokrasi itu. Sebagian besar demonstran, memanfaatkan Twitter untuk berdiskusi dan mengorganisir massa dan perjuangan mereka.

Pemanfaatan media sosial seperti Twitter, Facebook hingga YouTube untuk skala yang lebih besar sebagai wadah menggalang massa untuk perlawanan politik terjadi pada 2010. Masyarakat Tunisia tergerak hatinya saat ada aksi bunuh diri dengan cara membakar diri seorang pemuda penjual sayur yang barang dagangannya dijarah aparat polisi.

Masyarakat pro perubahan memanfaatkan Facebook dan Twitter untuk menggalang kekuatan melawan rezim Presiden Zine El Abidine Ben Ali, yang berbuah “Revolusi Tunisia”. Itulah dampak dari Media sosial.

Jeremy Huang Wijaya