Salah Kaprah Memperjuangkan Hak ODHIV dan Populasi Kunci
Salah Kaprah Memperjuangkan Hak ODHIV dan Populasi Kunci
Oleh Yanyan Supiyanti, A.Md.
Pendidik Generasi
Bandung.Swara Wanita Net.-Beberapa hari yang lalu, tepatnya pada 1 Desember, setiap tahunnya diperingati sebagai Hari AIDS Sedunia. WHO melalui peringatan ini, ingin memastikan bahwa setiap orang di manapun memiliki hak atas layanan kesehatan yang berkualitas dalam memerangi HIV dan AIDS.
Orang dengan HIV (ODHIV) di Kota Bandung mengalami diskriminasi dan kekerasan yang cukup tinggi, meskipun segala upaya telah dilakukan untuk mengurangi stigma.
Perumusan strategi perlindungan serta hak-hak bagi populasi kunci, kelompok masyarakat yang dianggap rentan terhadap penularan HIV sedang dilakukan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung yang bekerja sama dengan Inti Muda Jawa Barat dan berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Laki-laki yang berhubungan seksual dengan laki-laki (LSL), pengguna narkoba suntik, transgender, dan pekerja seks yang disebut dengan populasi kunci Selama dua tahun terakhir ada 126 kasus diskriminasi dan kekerasan terhadap populasi kunci ini, hal ini dilaporkan Inti Muda Jawa Barat, LSM Female Plus, dan Yayasan Grapiks.
Data UNAIDS menunjukkan, kelompok usia 15-24 tahun di negeri ini memiliki angka kasus HIV tertinggi hingga 49%, dan yang paling rentan terhadap kekerasan dan stigma akibat HIV. Mereka sering kali dijauhi dan dikucilkan oleh masyarakat di sekitar tempat tinggal mereka. Penolakan dan isolasi sosial di berbagai bidang seperti pendidikan, dunia kerja, dan pelayanan kesehatan juga terjadi pada mereka.
Fokus Pemkot Bandung dan Inti Muda Jabar adalah pada edukasi masyarakat untuk menghilangkan stigma yang menimpa ODHIV dan populasi kunci. (Jabarprov.go.id, 16/11/2024)
Akibat Sistem yang Rusak
Sejatinya, kebijakan ini salah kaprah. Seharusnya fokus pada penuntasan akar masalah ODHIV, yakni liberalisme sosial budaya akibat dari penerapan sistem kapitalisme sekularisme yang hari ini sedang mencengkeram dunia. Sistem ini memberikan jaminan kebebasan berperilaku. ODHIV dan populasi kunci diberikan panggung.
Hal ini menjadi bukti nyata kerusakan sistem sekularisme. Agama tidak dijadikan sebagai pedoman hidup, justru hawa nafsu yang menguasai manusia. Membiarkan atau melegalkan suatu perkara yang sudah jelas mengandung risiko penularan, akibatnya jumlah infeksi baru ODHIV dan populasi kunci akan meningkat.
Agama telah mengharamkan hubungan sesama jenis, seks bebas, dan penggunaan narkoba. Gencarnya kampanye stop penularan HIV/AIDS tidak sejalan dengan perkara yang menjadi penyebab penularan paling besar justru dilegalkan. Sungguh, salah kaprah penanganannya. Bagaimana mungkin penularan akan segera dihentikan jika kebebasan berperilaku dibiarkan? Terlebih ada seruan hak reproduksi dan seksual, seks bebas dan kaum penyuka sesama jenis dilegalisasi dengan dalih hak asasi manusia, inilah yang akan menumbuhsuburkan penularan infeksi HIV/AIDS. Selama kebebasan berperilaku dijunjung tinggi, hal tersebut di atas akan terus berlangsung, tanpa bisa dihentikan.
Kebebasan berperilaku ini buah dari ditinggalkannya dan diabaikannya aturan agama dan menjadikan akal manusia sebagai hukum penentu segala sesuatu termasuk halal dan haram.
Selama yang menjadi landasan kehidupannya sekularisme (cara pandang kehidupan yang lahir dari dipisahkannya agama dari kehidupan), ODHIV dan populasi kunci mustahil diberantas, karena sekularisme yang telah membuka peluang penularan infeksi HIV/AIDS.
Solusi Islam
Dalam Islam, semua perilaku yang dapat menularkan infeksi HIV/AIDS diharamkan, seperti hubungan sesama jenis, seks bebas, seks di luar pernikahan, dan penggunaan narkoba.
Islam akan menutup pintu-pintu menuju liberalisasi seksual/zina, seperti pergaulan bebas dengan lawan jenis atau sesama jenis, bercampur baur dengan lawan jenis/ikhtilat, dan berdua-duaan antara lawan jenis tanpa disertai mahram/khalwat.
Allah Swt. telah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Isra’ ayat 32, “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” Lalu sabda Rasulullah saw tentang penyuka sesama jenis, “Sesungguhnya perkara yang paling aku takuti pada umatku adalah munculnya perilaku kaum Luth.” (HR Tirmidzi)
Setiap individu akan terhindarkan dari perbuatan maksiat tersebut dengan adanya keimanan yang kuat dan kokoh. Didukung juga oleh penjagaan seluruh keluarga.
Pilar selanjutnya adalah adanya kontrol dari masyarakat yang selalu mendorong dilakukannya kebaikan dan dijauhkannya perbuatan buruk akan membuat setiap individu kondusif dalam ketaatan kepada aturan Allah Swt.
Pilar yang tak kalah penting adalah dengan adanya negara yang akan selalu menjaga agar ketaatan tersebut nyata adanya.
Negara akan menerapkan sistem sanksi yang tegas dan membuat jera bagi para pelaku yang melanggar hukum Allah. Rakyat pun akan tercegah melakukan kemaksiatan.
Sanksi bagi pezina akan mendapat hukuman jilid atau rajam. Pelaku liwat (homoseks) akan mendapat hukuman mati. Di sisi lain, sistem kesehatan akan sangat prima merawat orang-orang yang terjangkit HIV/AIDS hingga sehat dan bertobat.
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali deraan. Janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat. Hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (QS An-Nur: 2)
Khatimah
Jika semua sektor menerapkan syariat Islam, problem ODHIV dan populasi kunci akan selesai. Masyarakat akan kembali menjadi masyarakat Islam. Para pemuda akan menjadi sebaik-baik manusia yang mampu memimpin bangsa.
Hanya Islam satu-satunya sistem kehidupan yang mampu menyelesaikan semua persoalan hingga ke akarnya, termasuk penanganan ODHIV dan populasi kunci.