Kasus Kekerasan Seksual Anak Dibawah Umur, UPTD PPA Bandung Lalai Jalankan Tugas
Bandung, 8 Februari 2025 – Terungkapnya kasus kekerasan seksual yang melibatkan anak di bawah umur di Kota Bandung menambah keprihatinan mengenai perlindungan terhadap anak. Dalam kasus ini, terungkap dugaan kelalaian dari Unit Pelaksana Teknis Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) yang seharusnya bertanggung jawab dalam menjaga dan melindungi keselamatan korban. Kelalaian ini berpotensi besar mengancam nyawa korban yang seharusnya mendapatkan perlindungan maksimal.
Kasus ini menimpa seorang anak di bawah umur inisial “S”, siswi kelas 5 Sekolah Dasar (SD) menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh pelaku yang merupakan ayah dari korban. Meskipun laporan awal telah dilayangkan oleh beberapa pihak ke Kepolisisan Daerah Jawa Barat, pihak UPTD PPA yang seharusnya memberikan perlindungan dan memastikan keselamatan anak, tidak segera merespon dengan tindakan yang memadai. Akibat kelalaian ini, keselamatan dan kesejahteraan korban hingga kini masih terancam.
Kronologi kasus ini terungkap sejak awal Januari lalu, pengungkapan dimulai pihak guru di sekolah “S” dikarenakan terdapat sikap-sikap mental yang mencurigakan dari korban. Saat itu, korban terlihat memisahkan diri dari teman-temannya dan cara berjalannya pun terlihat berbeda. Setelah ditanyakan, terungkap bahwa korban mengalami kekerasan seksual hingga rudapaksa yang dilakukan oleh ayahnya sendiri.
Beberapa pihak telah melaporkan kejadian ini kepada Reskrim Polda Jawa Barat dalam bentuk laporan pengaduan masyarakat. Namun, hingga saat ini, pihak wali korban belum memberikan laporan kepolisian secara resmi, yang disebabkan oleh ketidaksiapan dan kekhawatiran mereka atas proses hukum yang mungkin akan dihadapi dalam kasus ini.
Salsa El Bellen, Sekretaris Jenderal Sarekat Demokrasi Indonesia (SDI) Jawa Barat menyesalkan sikap UPTD PPA yang dinilai lalai dan tidak tanggap dalam kasus ini. Menurut dia, perlindungan terhadap korban merupakan prioritas utama.
“Kelalaian yang terjadi menunjukkan adanya celah dalam sistem perlindungan anak yang seharusnya lebih sigap dalam menangani kasus-kasus sensitif seperti ini. Anak-anak harus menjadi prioritas utama, dan perlindungan terhadap mereka tidak bisa ditunda. Kami mendesak pihak berwenang, termasuk UPTD PPA, untuk segera mengambil langkah konkret untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang,” kata seorang Salsa (8/2).
Senada dengan Salsa, Dewan Pengarah SDI Jawa Barat Santri Agung Wardana mengutuk adanya pembiaran dan kelalaian ini. Ia mengatakan bahwa hal ini menyangkut nyawa korban. “bahwa berbicara kekerasan seksual terhadap anak ini seharusnya sudah menjadi kesadaran Bersama baik di masyarakat maupun didalam lingkungan pemerintahan di berbagai tingkatan, lamanya penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak oleh Lembaga terkait seolah olah memberi gambaran nyata bahwa Lembaga terkait tidak memiliki kesadaran moral yang cukup untuk cepat menyelesaikan masalah bukanya terjebak oleh mekanisme birokrasi yang berbelit belit. ” ungkapnya.
Kasus ini menjadi sorotan banyak pihak yang mendesak pihak berwenang untuk memberikan perhatian lebih terhadap sistem perlindungan anak yang saat ini dinilai belum optimal. Para aktivis juga meminta agar kasus ini ditangani dengan serius, dan meminta pihak berwenang untuk memberikan perlindungan hukum bagi korban.
Fifih Roffiqoh, sekretaris jendral Independen Pekerja Sosial Profesional Indonesia (IPSPI) Jawa Barat menyebutkan bahwa kasus ini sangat penting untuk menjadi perhatian berbagai pihak. “Kasus kekerasan seksual terhadap anak bukan hanya persoalan individu, tetapi juga cerminan lemahnya sistem perlindungan anak di Indonesia. Dampak traumatiknya bisa berkepanjangan, menghambat pertumbuhan dan perkembangan korban, bahkan merusak masa depan mereka. Pemerintah harus lebih serius dalam menangani kasus seperti ini dengan kebijakan yang tegas dan perlindungan hukum yang nyata. Masyarakat juga memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan yang aman serta berani bersuara untuk melindungi anak-anak dari ancaman kekerasan” tegas Fifih (8/2).
Kami berharap, dengan adanya perhatian media dan dukungan masyarakat, kasus ini dapat segera ditangani secara transparan dan adil, dengan prioritas utama pada keselamatan dan keadilan bagi korban.