Belajar dari Jepang Dalam menghadapi gempa
Belajar dari Jepang Dalam menghadapi gempa
Oleh Jeremy Huang Wijaya
Jepang maupun Indonesia berada di wilayah Cincin Api Pasifik, sebuah area berbentuk tapal kuda di sekitar Samudra Pasifik yang ditandai dengan tingginya aktivitas vulkanik dan gempa bumi menurut beberapa sumber.
Lempeng Tektonik:
Wilayah ini adalah tempat pertemuan beberapa lempeng tektonik besar. Pergerakan dan interaksi lempeng-lempeng ini menghasilkan gempa bumi dan letusan gunung berapi.
Garis Tektonik Median (MTL) adalah sistem patahan terpanjang di Jepang. Garis ini dimulai di dekat Tokyo dan membentang di seluruh Jepang bagian barat, melewati puncak Shikoku melalui Tokushima dan Matsuyama.
“Pada 1 Januari 2024, gempa bumi berkekuatan 7.5 Mww pukul 16:10 Waktu Standar Jepang dengan kedalaman dangkal melanda Prefektur Ishikawa, Jepang, menyebabkan gelombang tsunami setinggi 7,45 m (24 ft) di sepanjang pesisir Laut Jepang. Guncangan sesar terbalik mencapai intensitas seismik JMA maksimum Shindo 7 dan intensitas Modified Mercalli XI (Ekstrem). Guncangan dan tsunami yang menyertainya menyebabkan kerusakan yang luas di
Semenanjung Noto terutama di wilayah Suzu, Wajima, Noto dan Anamizu.Setidaknya 557 korban jiwa yang terkonfirmasi dan dua orang masih hilang, diantaranya 510 korban jiwa terjadi di Prefektur Ishikawa, lima di Prefektur Niigata dan dua di Toyama. Dari jumlah tersebut, 228 korban tewas disebabkan langsung oleh gempa itu sendiri, dan 298 lainnya tewas akibat bencana yang diperburuk oleh cedera atau penyakit.[8] Guncangan gempa juga melukai 1.389 orang lainnya. Gempa bumi ini merupakan gempa terkuat sekaligus paling mematikan di Jepang sejak Gempa bumi dan tsunami Tōhoku 2011”
Jepang memiliki banyak sesar aktif karena posisinya yang berada di zona subduksi, tempat pertemuan empat lempeng tektonik utama. Sesar-sesar ini menyebabkan seringnya terjadi gempa bumi di Jepang, baik gempa bumi lokal maupun gempa bumi besar.
Beberapa sesar aktif yang penting di Jepang:
Sesar Nojima:
Sesar ini menyebabkan Gempa Bumi Kobe pada tahun 1995, menewaskan ribuan orang.
Palung Nankai:
Palung ini membentang sepanjang 800 km di lepas pantai barat daya Jepang dan merupakan zona subduksi yang berpotensi menyebabkan gempa megathrust besar dan tsunami.
Sesar di bawah Semenanjung Noto:
Sesar sepanjang 150 km ini memicu gempa bumi berkekuatan 7,6 skala Richter pada awal tahun 2024, yang menyebabkan kerusakan parah di Prefektur Ishikawa dan sekitarnya.
Sesar-sesar aktif lainnya:
Selain itu, Jepang memiliki banyak sesar aktif lainnya yang tersebar di seluruh negeri, terutama di wilayah selatan dan sekitar Tokyo.
Penting untuk dicatat bahwa aktivitas seismik di Jepang terus dipantau dan pemerintah serta masyarakat Jepang memiliki sistem peringatan dini dan langkah-langkah mitigasi bencana yang canggih untuk mengurangi dampak gempa bumi.
“Dalam hal ini, lempeng samudra yang menunjam ke bawah lempeng benua membentuk medan tegangan (stress) pada bidang kontak antar lempeng yang kemudian dapat bergeser secara tiba-tiba memicu gempa. Jika terjadi gempa, maka bagian lempeng benua yang berada di atas lempeng samudra bergerak terdorong naik (thrusting). Oleh karena itu, gempa dalam skala besar di laut dapat memicu tsunami.”
“Kekhawatiran ilmuwan Jepang terhadap Megathrust Nankai saat ini sama persis yang dirasakan dan dialami oleh ilmuwan Indonesia, khususnya terhadap ‘Seismic Gap’ Megathrust Selat Sunda (M 8,7) dan Megathrust Mentawai-Suberut (M 8,9). Rilis gempa di kedua segmen megathrust ini boleh dikata ‘tinggal menunggu waktu’ karena kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar,” kata Daryono dalam keterangan tertulis, Rabu (14/8/2024).”