Beragam Komunitas Usulkan Peristiwa Bersejarah Pancasila Mendunia di PBB Masuk Kurikulum Pendidikan

Kediri.Swara Jabbar News Com.-Sejumlah komunitas pegiat sejarah, kebudayaan, dan pendidikan mengusulkan agar peristiwa bersejarah ketika Presiden Soekarno memperkenalkan Pancasila dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 30 September 1960 dijadikan bagian dari kurikulum pendidikan di sekolah.

Menurut mereka, peristiwa tersebut bukan hanya catatan penting bagi bangsa Indonesia, tetapi juga tonggak sejarah dunia. Pidato Soekarno yang memperkenalkan Pancasila sebagai ideologi universal dinilai masih relevan hingga kini, terutama dalam menghadapi tantangan global berupa konflik, ketidakadilan, dan krisis kemanusiaan.

“Generasi muda perlu tahu bahwa Pancasila pernah menggema di forum dunia, mendapat apresiasi luas, dan dipandang sebagai tawaran solusi bagi perdamaian antarbangsa,” ujar Budiono, salah satu tokoh komunitas.

Usulan ini disampaikan dalam forum diskusi kebangsaan yang digelar bertepatan dengan acara Tasyakuran Pancasila Menggema di PBB 30 September 1960 di Situs Persada Soekarno, Ndalem Pojok, Desa Pojok, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri, Selasa malam (30/09/2025).

Acara menghadirkan tiga narasumber, yakni Juwaini (mantan anggota Dewan Kesenian Kabupaten Kediri), Kushartono (Ketua Harian Situs Persada Sukarno Ndalem Pojok Kediri), dan Darmini (aktivis perempuan Kediri), Ari Hakim LC moderator dan Keynote speaker adalah Roso Daras, sejarawan sekaligus penulis buku-buku Bung Karno.

Para peserta berharap pemerintah, khususnya Kementerian Pendidikan, dapat menindaklanjuti gagasan tersebut agar peristiwa “Pancasila Mendunia” bisa menjadi bahan pembelajaran sejarah sekaligus penanaman nilai kebangsaan sejak dini.

“Kami yakin sejarah Pancasila di PBB yang mendapatkan sambutan luar biasa ini, bila dimasukkan ke dalam kurikulum, akan memperkaya pemahaman generasi muda. Tidak hanya tentang sejarah nasional, tetapi juga kontribusi Indonesia bagi perdamaian dunia,” tutur Sikan Abdillah, tokoh masyarakat yang hadir.

Kushartono menambahkan, urgensi mengajarkan peristiwa bersejarah ini semakin kuat jika melihat hasil survei Satara Institute, yang mencatat 83,3% pelajar SMA beranggapan Pancasila bukan ideologi final dan bisa diganti.

“Karena itu, penting bagi generasi muda untuk tahu bahwa Pancasila pernah membanggakan bangsa di forum dunia. Hal ini akan menumbuhkan rasa bangga terhadap Pancasila, bangsa, dan negara. Generasi muda hari inilah yang kelak menjadi pemimpin Indonesia,” jelasnya.

Ia juga mengingatkan bahwa pidato Bung Karno di PBB pada 30 September 1960 itu diakui dunia dan dimasukkan ke dalam Memory of the World UNESCO.

“Jika dunia internasional saja mengagumi pidato Pancasila di PBB, apakah kita bangsa Indonesia tidak harus lebih mengaguminya?” tambahnya.

Senada dengan hal itu, Juwaini menegaskan bahwa nilai-nilai Pancasila bersifat universal. “Ketuhanan, kemanusiaan, keadilan sosial, demokrasi, dan kebangsaan adalah prinsip yang bisa diterima dunia,” ujarnya.

Namun, Darmini menekankan perlunya keteladanan dalam mengajarkan Pancasila. “Kalau hanya diajarkan lewat kata-kata tanpa dicontohkan dalam perilaku, hasilnya tidak akan maksimal. Indonesia butuh figur pemimpin yang betul-betul mengayomi rakyatnya,” katanya.

Rangkaian acara tasyakuran Pancasila menggema di PBB ini juga diisi dengan doa lintas agama, selamatan, diskusi kebangsaan, serta santunan bagi anak yatim dan fakir miskin. Selain itu, dipanjatkan pula doa khusus untuk para pahlawan revolusi yang gugur dalam peristiwa G30S/PKI.*

 

 

Comment