Angka Kemiskinan Turun, Namun Tantangan Ekonomi Masyarakat Masih Nyata.

Semarang,Swara Jabbar News Com.- Selasa 14 Oktober 2025. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa angka kemiskinan nasional kembali mengalami penurunan. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2025, tingkat kemiskinan Indonesia tercatat sebesar 8,47 persen, atau setara dengan 23,85 juta jiwa. Angka tersebut menurun dibandingkan 8,57 persen pada September 2024.

Secara statistik, capaian ini menunjukkan kemajuan. Namun di sisi lain, sejumlah kalangan menilai bahwa penurunan tersebut belum sepenuhnya mencerminkan kondisi ekonomi masyarakat di lapangan.

Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, menjelaskan bahwa hasil survei ini menunjukkan adanya perbaikan daya beli masyarakat dan efektivitas program perlindungan sosial, terutama di perdesaan.

“Penurunan ini menunjukkan adanya perbaikan daya beli dan efektivitas program perlindungan sosial, terutama di wilayah pedesaan,” ujar Ateng.

BPS mencatat garis kemiskinan nasional saat ini berada di angka Rp609.160 per kapita per bulan. Dengan kata lain, seseorang dikategorikan miskin apabila pengeluarannya berada di bawah angka tersebut — atau setara dengan Rp20.305 per hari, di mana sebagian besar pengeluaran masih didominasi oleh kebutuhan pangan.

Berdasarkan hasil survei yang sama, tingkat kemiskinan di perdesaan turun menjadi 11,03 persen, sementara di wilayah perkotaan justru meningkat menjadi 6,73 persen.
Kondisi ini menunjukkan bahwa penurunan angka kemiskinan belum merata dan tantangan ekonomi di perkotaan masih cukup besar.

BPS juga melaporkan bahwa kemiskinan ekstrem mengalami penurunan dari 1,26 persen menjadi 0,85 persen. Meski demikian, sejumlah pengamat menilai bahwa capaian tersebut perlu terus dikawal agar tidak hanya menjadi keberhasilan administratif, tetapi juga benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Sementara itu, dari Jawa Timur, Bayu Sukma Priangga, salah satu warga pedesaan, menyampaikan pandangannya terkait data tersebut.

“Masih banyak warga yang menghadapi kesulitan ekonomi dan kebutuhan pokok yang belum sepenuhnya terpenuhi, namun tiba-tiba mereka tidak lagi terdaftar sebagai penerima bantuan. Jika pendataan warga miskin dibatasi per desa, tentu angka kemiskinan akan terlihat menurun. Namun, pertanyaannya, apakah kondisi kehidupan masyarakat benar-benar sudah membaik?” Beberapa perangkat desa juga menyebutkan bahwa pembaruan data sosial ekonomi sering kali menimbulkan perbedaan persepsi di masyarakat, terutama ketika nama warga tidak lagi tercantum dalam daftar penerima bantuan. Hal ini menunjukkan pentingnya proses verifikasi data yang transparan dan menyeluruh agar kebijakan pengentasan kemiskinan benar-benar tepat sasaran. Karena bisa saja angka kemiskinan itu turun juga karena hal-hal seperti ini. ujarnya dengan berhati-hati

Meskipun data BPS menunjukkan perbaikan secara nasional, berbagai pihak berharap agar penurunan angka kemiskinan diikuti oleh peningkatan kesejahteraan nyata bagi masyarakat.
Statistik dapat mencatat kemajuan, tetapi kesejahteraan sejati hanya dapat diukur dari kemampuan masyarakat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak dan berkelanjutan.

(Bayu Sukma Priangga).

Comment