Jabar Mampu Tes PCR 50 Ribu per Minggu
BANDUNG.SJN COM.-Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jawa Barat (Jabar) –selanjutnya ditulis Gugus Tugas Jabar– berkomitmen untuk terus meningkatkan pengetesan metode uji usap (swab test) Polymerase Chain Reaction (PCR).
Ketua Gugus Tugas Jabar yang juga Gubernur Jabar Ridwan Kamil berujar, pihaknya mengejar jumlah pengetesan swab sesuai dengan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni 1 persen dari total penduduk. Artinya, masyarakat Jabar yang harus dites berjumlah sekitar 500 ribu orang.
“Per (data) minggu lalu yang dilaporkan hari ini, Jabar sudah di angka 223.287 ribu tes PCR dari target 1 persen jumlah penduduk yaitu kurang lebih 500 ribu pengetesan,” kata Kang Emil –sapaan Ridwan Kamil– dalam jumpa pers usai rapat mingguan Gugus Tugas Jabar di Mapolda Jabar, Kota Bandung, Kamis (3/9/20).
Teranyar, Jabar pun sudah mampu melakukan pengetesan lebih dari 50 ribu per minggu dengan menggunakan metode PCR. Kang Emil menjelaskan, penguatan tes PCR di 27 kota/kabupaten pun terus digenjot agar target pengetesan 1 persen dari jumlah penduduk segera terpenuhi.
“Yang sudah dilaporkan tapi belum ter-update secara online, minggu ini sudah pecah rekor di 54 ribu (pengetesan PCR). Dengan 50-an ribu per minggu, maka kami tinggal butuh lima minggu lagi (agar sesuai) standar WHO yaitu 1 persen dari jumlah penduduk (dites) tercapai,” ujar Kang Emil.
Selain itu, berbagai inovasi untuk meningkatkan jumlah pengetesan pun terus diupayakan Gugus Tugas Jabar, salah satunya membagikan alat Tes Cepat Molekuler (TCM) di 29 Puskesmas serta membagikan PCR Portable atau jinjing dengan status hibah pinjam pakai kepada masing-masing kabupaten/kota.
“Kita terus melakukan inovasi, termasuk ada 29 Puskesmas sekarang juga menggunakan Tes Cepat Molekuler. Kemudian ada juga inovasi dengan PCR jinjing. Saya kira itu yang menjadi semangat Gugus Tugas Jawa Barat,” tutur Kang Emil.
Selain itu, Kang Emil juga menjelaskan bahwa pihaknya melakukan evaluasi terhadap beberapa kebijakan, salah satunya pembukaan sekolah. Kriteria sekolah yang dibuka sendiri yakni berada di wilayah yang Zona Hijau atau tidak memiliki kasus positif dalam jangka waktu lima bulan serta memiliki akses internet yang rendah.
Kebijakan lainnya, yakni penerapan sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan. Kang Emil berujar, tercatat sudah ada 590.858 ribu total pelanggaran hingga 29 Agustus 2020. Dari jumlah tersebut, 499.898 di antaranya atau lebih dari 80 persen pelanggaran ditemukan di Kabupaten Bandung.
Dari jenis pelanggaran, kelompok mayoritas pelanggar adalah individu dengan jumlah 575.156 pelanggaran.
“Saya kaget karena satu kabupaten mendominasi pelanggaran di seluruh Jawa Barat. Jadi mohon dievaluasi bersama (bahwa) masyarakat di Kabupaten Bandung menyumbang pelanggaran pribadi terbesar,” katanya.
Selain itu, Kang Emil juga menjelaskan bahwa terdapat kenaikan klaster baru yang ditemukan di Jabar sehingga kapasitas ruang isolasi di rumah sakit rujukan COVID-19 saat ini di angka sekitar 40 persen dari semula di angka sekitar 30 persen.
Meski begitu, di masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) dan pemulihan ekonomi, Kang Emil menegaskan, pihaknya sudah mengantisipasi kenaikan kasus terkonfirmasi COVID-19 dan terus berupaya menjaga penanganan agar Jabar selalu berada dalam kategori terkendali.
“Sudah satu bulan agak naik, ini mengindikasikan adanya kenaikan yang berbanding lurus dengan pergerakan (masyarakat),” ucap Kang Emil.
“Jadi, masa AKB dan pembukaan ekonomi memang tidak bisa dihindari dan sudah kita duga (ada kenaikan kasus). Tidak mungkin pergerakan dinormalisasi sementara kasus turun. Tapi kita harapkan adalah ekonomi jalan, naiknya (kasus) masih dalam kategori terkendali,” tambahnya.
Gugus Tugas Jabar pada 1 September juga telah memperpanjang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) proporsional di wilayah Bodebek hingga 29 September mendatang melalui Keputusan Gubernur Jabar Nomor 443/Kep. 476-Hukham/2020.
Kini, berdasarkan data kasus periode 24 hingga 30 Agustus 2020, terdapat empat daerah tersebut yakni Kota Bekasi, Kota Bogor, Kota Depok, dan Kabupaten Bekasi. Dengan begitu, wilayah Bodebek (Bogor-Depok-Bekasi) merupakan Zona Merah kecuali Kabupaten Bogor.
“Saya perpanjang PSBB yang ada di Bodebek, saat ini hanya Kabupaten Bogor yang tidak Zona Merah. Mudahan-mudahan seperti minggu-minggu lalu, dengan koordinasi yang baik kita bisa kembalikan ke Risiko Sedang (Zona Oranye) dan Risiko Rendah (Zona Kuning),” kata Kang Emil.
Adapun rinciannya, selain empat daerah Zona Merah, status daerah lain di Jabar dari periode 24-30 Agustus 2020 yakni terdapat 10 kabupaten/kota berstatus Zona Oranye, yakni Kabupaten Bogor, Kabupaten Bandung, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung, Kota Cirebon, Kota Cimahi, dan Kota Tasikmalaya.
Sementara 13 kabupaten/kota lainnya berada di Zona Kuning, yaitu Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Subang, Kabupaten Pangandaran, Kota Sukabumi, dan Kota Banjar.
Terkait klaster industri di Kabupaten Bekasi, Kang Emil berujar bahwa pihaknnya pada Jumat (4/9) akan melakukan pertemuan dengan pihak industri untuk menganalisis permasalahan dalam upaya pencegahan penyebaran COVID-19 di kawasan industri tersebut.
“Besok saya akan ke Kabupaten Bekasi, bertemu dengan pemilik-pemilik industrial estate untuk memetakan problematikanya. Karena dari laporan investigasi di lapangan, sampai hari ini masuk ke industri itu ketat sekali prosedur dan cara kerjanya,” ujar Kang Emil.
“Maka saya akan konfirmasi (sumber penularan), jangan-jangan di tempat bermukimnya (karyawan) sepulang dari kerja yang memang kontrolnya ada di lingkungan perumahan yang tidak seketat di tempat kerjanya,” ujarnya.(red)