Ekonomi

Jabar Dan Upaya Mengantisipasi Krisis Pangan

KBB.SJN COM.-Pandemi virus yang masih berlangsung di hampir seluruh negara di dunia sangat berpengaruh terhadap ketahanan pangan. Begitupun dengan Jabar khususnya, bahkan ada prediksi bahwa Jabar akan mengalami krisis pangan pada tahun 2021disebabkan karena defisitnya sejumlah komoditas pangan strategis. Jika tidak segera ditanggulangi dari sekarang prediksi tersebut bisa saja terjadi. Dan tentu saja akan berakibat buruk pada stabilitas wilayah Jabar.

Guna mencegah terjadinya krisis pangan, Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Jabar harus menentukan prioritas dalam pemulihan ekonomi. Berdasarkan asas survival, ada tiga pilihan yang bisa menjadi prioritas yakni pangan, energi, dan air. Hal tersebut, dibahas pada Bincang Media bertema Kesiapan Jawa Barat Menghadapi Krisis Pangan 2021 pada Selasa (8/12/2020), yang digelar oleh Satuan Tugas (Satgas) Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Daerah Provinsi Jawa Barat (Jabar).

Sebagaimana dilansir, media BeritaKBB.com, bahwa tokoh Jabar yang juga Pengamat Pertanian Sarwono Kusumaatmadja merekomendasikan Pemda Provinsi Jabar untuk memprioritaskan masalah pangan. Beliau mengatakan bahwa sebaiknya menjadikan pangan sebagai prioritas untuk solusi pemulihan ekonomi sekarang ini. Karena, pengaruh pangan ini multidimensi. Bila kebutuhan pangan terpenuhi, maka semua sektor akan kembali pulih. Jangan mimpi sektor lain akan sukses bila tidak ada makanan.

Adapun, strategi untuk menghadapi krisis pangan adalah dengan melaksanakan program Indonesia berkebun, asuransi pertanian dan peningkatan produksi pertanian. Program Indonesia Berkebun yang digagas Gubernur Jabar Ridwan Kamil dapat kembali digalakkan secara massal dengan tujuan masyarakat bisa memenuhi kebutuhan dirinya dan lingkungannya secara mandiri.

Berkenaan dengan asuransi pertanian yang di dorong oleh Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jabar, bertujuan untuk untuk mencegah kerugian petani apabila gagal panen. Di tempat-tempat yang sering banjir, akan dilakukan kompanisasi supaya banjir bisa cepat surut dan tanaman padi bisa diselamatkan.

Sedangkan, peningkatan produksi pangan dilakukan dengan cara memperluas areal tanam baru dengan memanfaatkan lahan tidur milik Dinas Perkebunan dan Pertanian. Selain itu, akan dilakukan intensitas penanaman dari 1-2 kali tanam dalam setahun menjadi 2-3 kali tanam, bahkan bisa 4 kali tanam. Caranya dengan melakukan pembibitan sebelum panen, sehingga setelah panen, lahan akan bisa segera ditanam.

Sekilas, program-program tersebut begitu luar biasa dan menjanjikan. Seperti oase ditengah gurun pasir, beberapa program tersebut digadang-gadang akan menghindarkan Jabar dihantam krisis pangan. Namun dibalik solusi pragmatis ini, justru menunjukkan lepasnya riayah( pengurusan) pemerintah di sistem demokrasi dalam pengaturan pertanian. Semua dikembalikan lagi kepada rakyat, rakyat dibiarkan berusaha memenuhi kebutuhan pangan nya sendiri.

Apalagi berkaitan dengan asuransi pertanian, para petanilah akhirnya yang menanggung kerugian sendiri jika terjadi gagal panen dengan cara mencicil sejumlah uang sejak dini demi kompensasi yang pada realitasnya adalah uang milik petani sendiri. Inilah, imbas dari penerapan sistem demokrasi kapitalis. Selalu bermuara pada kepentingan para penguasa dan kapitalis, bukan demi mensejahterakan rakyat.

Sungguh, amat berbeda pengaturan yang berkaitan dengan swasembada pangan di dalam konsep Islam. Politik ekonomi Pertanian dalam Islam mewujudkan swasembada pangan yang menjamin terpenuhinya kebutuhan pangan rakyat.

Sebagai agama yang komprehensif, Islam memiliki aturan yang detil dan menyeluruh terkait perpaduan kebijakan ekonomi, politik dan pertanian. Hal ini telah terbukti mampu memberi kesejahteraan yang luar biasa dapat menjangkau wilayah yang demikian luas. Beberapa hal yang dijadikan prinsip oleh negara dalam sistem Islam pada saat mewujudkan ketahanan pangan adalah sebagai berikut:

Pertama, negara akan memberikan subsidi yang besar bagi para petani. Hal ini dilakukan agar mereka dapat memproduksi pangan dengan biaya produksi ringan, sehingga keuntungan yang diperoleh juga besar. Sebab, pangan adalah masalah strategis, dimana negara tidak boleh tergantung kepada negara lain. Ketergantungan pangan terhadap negara lain bisa mengakibatkan negara akan dengan mudah dijajah dan dikuasai.

Kedua, politik pertanian negara khilafah diarahkan untuk peningkatan produksi pertanian dan kebijakan pendistribusian yang adil. Sehingga kebutuhan pokok masyarakat pun dapat terpenuhi.

Ketiga, sektor pertanian merupakan salah satu sumber primer ekonomi di samping perindustrian, perdagangan dan tenaga manusia (jasa). Dengan demikian pertanian merupakan salah satu pilar ekonomi yang apabila permasalahan pertanian tidak dapat dipecahkan, dapat menyebabkan goncangnya perekonomian negara, bahkan akan membuat suatu negara menjadi lemah dan berada dalam ketergantungan pada negara lain. Oleh karena itu, tentunya kebijakan pangan di dalam Islam harus dijaga dari unsur dominasi dan dikte negara asing, serta dengan mempertimbangkan kelestarian lingkungan ke depan. Bukan semata-mata target produksi sebagaimana dalam sistem kapitalisme.

Demikianlah kebijakan dan arah politik negara dalam pandangan Islam dalam mewujudkan ketahanan pangan yang hakiki bagi seluruh masyarakat. Hal ini dibuktikan dalam rentetan sejarah yang demikian panjang di saat masyarakat dunia diurus oleh satu kekuatan politik global yakni Daulah Khilafah Islam.

Maka pada hakikatnya cita-cita menuju swasembada dalam rangka meraih ketahanan pangan adalah utopis semata jika tidak dilakukan dengan mekanisme syariat Islam kafah.

(Lilis Suryani)