Pemerintahan

Tim Pengendalian Inflasi Daerah Jawa Barat Antisipasi Stagflasi

Bandung.Swara Jabbar Com.-Pelaksana Harian Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Yerry Yanuar mengemukakan, Pemerintah Daerah Provinsi Jabar melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah Jawa Barat merumuskan sejumlah langkah antisipasi terhadap stagflasi akibat situasi global terkini.

Stagflasi merupakan kondisi ekonomi yang mengalami pertumbuhan stagnan dan tekanan inflasi terus terjadi akibat pengaruh geopolitik global.

Stagflasi mulai terjadi di beberapa negara dan dikhawatirkan berpengaruh pada Indonesia, khususnya Jawa Barat.

“Secara global sedang terjadi stagflasi ekonomi, tentunya kita bangsa Indonesia, khususnya Jawa Barat perlu mengantisipasi hal tersebut,” kata Yerry Yanuar pada High Level Meeting Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Se-Jawa Barat, di Aula Timur Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (14/7/2022).

Menurut Yerry, Jabar saat ini meski secara moneter indikator ekonomi terlihat baik, misalnya pertumbuhan ekonomi yang masih di atas nasional, nilai ekspor yang terus naik, dan suplai pangan yang mencukupi. Namun risiko stagflasi perlu terus diantisipasi.

“Pertumbuhan ekonomi Jabar masih di atas nasional 5,61 persen. Akan tetapi inflasi kita juga ada peningkatan. Nah, stagflasi ini kan antara pertumbuhan yang makin lambat, inflasi meningkat, itulah persoalannya,” sambungnya.

Maka pada High Level Meeting itu dirumuskan sejumlah langkah antisipasi baik untuk jangka pendek, menengah, dan panjang.

Diharapkan rumusan yang dirancang dapat segera terealisasikan dan berdampak positif pada pertumbuhan perekonomian Jabar, terlebih lagi nasional.

Untuk antisipasi jangka pendek, salah satunya langkah yang akan dilakukan adalah memangkas jalur distribusi pangan.

Yerry mengungkapkan terdapat tiga persoalan ketahanan pangan, di antaranya ketersediaan, keterjangkauan, dan distribusi.

“Upaya dari Pemda Provinsi Jabar, kita mempunyai dua pusat distribusi pangan, yaitu di Purwakarta dan Cirebon. Tapi kita perlu semacam kerja sama regional antar wilayah,” ungkap Yerry.

“Misalnya jika suatu wilayah kekurangan komoditas A, maka wilayah ini kontak ke wilayah B, sehingga ketika ada suatu kebutuhan tidak akan terlalu naik (harganya), ” imbuhnya.

Jika sentra pangan di suatu daerah menghasilkan produk pertanian, tapi didistribusikan dengan jalur yang panjang dan mahal, maka kondisi seperti itu perlu dipersingkat.

Jangan sampai daerah penghasil malah kesulitan mendapatkan komoditas yang dihasilkan daerahnya sendiri. Sementara daerah lain yang merupakan daerah konsumen mendapat pasokan melimpah.

Oleh karenanya, Yerry menegaskan, hal ini menjadi bagian penting dan perlu diperhatikan semua stakeholder terkait, terutama agar ongkos kirim tidak melonjak, sehingga daya beli masyarakat tidak terlalu terbebani.

Sementara itu Asisten Deputi Moneter dan Sektor Eksternal Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Ferry Irawan mengungkapkan, Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) mengapresiasi High Level Meeting yang digelar TPID Jabar.

Menurut Ferry, secara domestik pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif lebih baik dibandingkan dengan negara lain. Namun demikian risiko stagflasi dari negara lain perlu terus diantisipasi.

“Beberapa tindak lanjut yang akan dilakukan TPID Jabar itu yang diharapkan bisa menjadi bagian penting untuk menjaga stabilitas inflasi kita terutama semester II tahun 2022,” harapnya.

“Mudah-mudahan pada High Level Meeting ini langkah -langkah yang dirumuskan betul-betul bisa dilaksanakan menjadi kebijakan strategis,” pungkas Ferry.

Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Jabar Noneng Komara mengatakan, promosi investasi di sektor pangan juga menjadi penting terkait antisipasi stagflasi.

“Ketika pertumbuhan ekonomi lebih kecil dari inflasi tentu saja berpengaruh terhadap daya beli masyarakat,” kata Noneng.

“Maka itu dari sisi investasi, kita melibatkan para investor ke sektor-sektor ketahanan pangan seperti pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, dan peternakan,” tambalnya. (die)