Ekonomi

Sejarah Krisis 2022-2023, Krisis 98,Krisis 2008

Bandung.Swara Jabbar Com.-

Oleh Jeremy Huang Wijaya
祈祷,坚定,耐心,真诚,不绝望和顽强,勤奋工作,走出危机的关键
Qídǎo, jiāndìng, nàixīn, zhēnchéng, bù juéwàng hé wánqiáng, qínfèn gōngzuò, zǒuchū wéijī de guānjiàn artinya Doa,Tabah, sabar, ikhlas tidak putus asa dan ulet rajin bekerja kunci jalan keluar dari Krisis
Isu resesi dunia berhembus semakin kencang belakangan ini. Inflasi tinggi melanda berbagai negara membuat bank sentralnya agresif menaikkan suku bunga.
Bank sentral Amerika Serikat (The Fed) misalnya, sepanjang tahun ini kenaikannya sebesar 300 basis poin, menjadi 3% – 3,25% dan masih akan terus berlanjut.
Pada November nanti, bank sentral paling powerful di dunia ini diperkirakan akan menaikkan lagi sebesar 75 basis poin menjadi 3,75% – 4%. Tidak cukup sampai di situ, kenaikan masih akan terus dilakukan hingga awal tahun depan.
Dunia saat ini sedang tak baik-baik saja. Ini terlihat dari banyaknya krisis, mulai dari krisis ekonomi yang ditandai dengan inflasi tinggi hingga ancaman resesi hingga krisis energi, yang melanda berbagai negara di dunia.
Ada negara yang sudah dinyatakan bangkrut. Ada pula yang masih berjuang meredam krisis biaya hidup yang kian menyakitkan.
Sejak pertengahan tahun 2022, hantaman krisis global telah menghampiri Amerika Latin. Sejumlah negara mengalami gejolak akibat kenaikan harga bahan bakar yang mencekik, di mana hal tersebut memicu gelombang protes yang terus meluas, yang beberapa berujung pada tindakan anarkis.
Berdasarkan laporan CNN International, Kenaikan harga bahan bakar telah menimbulkan protes yang berujung kekacauan setidaknya di Argentina, Ekuador, dan Panama.
Hal itu juga diperparah oleh paradoks di kawasan tersebut, di mana penggunaan bahan bakar yang lebih banyak justru diperlukan untuk memerangi dampak perubahan iklim.
Pada April lalu, Bank Dunia meninjau kembali proyeksi pertumbuhannya untuk Amerika Latin dan Karibia menjadi 2,3% tahun ini, turun 0,4 poin persentase karena dampak perang di Ukraina dan kenaikan harga dunia secara global.
Pada saat yang sama, Bank memperkirakan negara-negara Amerika Latin telah kehilangan setara dengan 1,7% dari PDB mereka karena bencana terkait iklim selama dua puluh tahun terakhir.
Sementara di Amerika Serikat (AS), muncul banyak perusahaan ‘zombie’, di mana perusahaan tersebut terus merugi karena belum menghasilkan cukup laba untuk membayar utang mereka yang lebih tinggi dibandingkan dengan aset. Goldman Sachs memperkirakan sekitar 13% dari perusahaan yang terdaftar di Negara Paman Sam masuk kategori perusahaan ‘zombie’.
Ahli Strategi Deutsche Bank Jim Reid melakukan penelitian pada April 2021 yang menemukan bahwa ada lebih dari 25% perusahaan zombie pada tahun 2020. Sebagai perbandingan, pada tahun 2000, hanya sekitar 6% dari perusahaan AS berada dalam situasi yang sama.
Invasi perusahaan zombie terjadi mulai pada tahun-tahun setelah Krisis Keuangan Hebat 2008. Bank sentral di seluruh dunia putus asa untuk menyalakan kembali pertumbuhan ekonomi dan mengurangi pengangguran.
Untuk melakukan ini, banyak yang memutuskan untuk memangkas suku bunga dan melembagakan kebijakan moneter longgar lainnya, yang dirancang untuk memacu pinjaman serta investasi.
Krisis di tahun 2022 ini berawal dari Wabah Cornona sejak akhir tahun 2019 mencapai puncaknya juli 2021 sempat membuat perekonomian dunia terhenti karena banyak negara menerapkan Lock Down di negaranya untuk mencegah penyebaran virus Corona.
Sesudah meredanya penyebaran virus Corona kini ada perang Ukraina Rusia. Memperparah Krisis Ekonomi Dunia mengakibatkan Lizz Trus mundur sebagai PM Inggris
Negara Negara Eropa dan Amerika terlanda Krisis Ekonomi dan inflasi yang tinggi mengakibatkan terhentinya Ekspor tekstil dan Garment ke Amerika dan Eropa membuat terpukulnya Pabrik Garment dan Tekstil. Pembatasan jam kerja dan pembatasan jam kerja sejumlah karyawan sebagai pilihan untuk menghemat biaya Pengeluaran Perusahaan.
Pemutusan hubungan kerja (PHK) kini mulai muncul ke permukaan. Jika sebelumnya pengusaha mengakui PHK yang terjadi masih sekedar ‘riak’, kini gelombangnya tak lagi terbendung.
Seperti yang terjadi di pabrik Kahatex, yang berlokasi di Sumedang, Jawa Barat.

Sekjen Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengungkapkan, Kahatex adalah perusahaan produsen tekstil dan produk tekstil (TPT) anggota APSyFI.

“Iya, anggota APSyFI. Jualannya seret (hingga memicu PHK). Minggu kemarin PHK 900 orang. Kahatex saja. Akan nambah terus kayanya,” kata Redma kepada CNBC Indonesia, Kamis (20/10/2022).

Sebelumnya, Redma memang sudah mewanti-wanti potensi gelombang PHK di industri TPT nasional. Apalagi, ujarnya, pemerintah pun sudah memperingatkan kondisi gelap yang mengancam perekonomian di tahun 2023 akibat ‘badai’ resesi global.

Sinyal itu, kata dia, terlihat dari pengurangan dan pembatalan order secara beruntun. Khususnya oleh buyer/ pembeli di negara-negara yang kini mengalami resesi (teknikal) dan hiperinflasi seperti AS dan Uni Eropa.

“Industri ini tengah menghadapi ‘pukulan’ serupa seperti saat pandemi Covid-19 merebak. Memang, di kuartal pertama kemarin kita masih tumbuh. Tapi kemudian anjlok lagi dan ini nggak ada tanda-tanda bakal pulih segera. Harapan kita di kuartal pertama tahun 2023 bisa ada sinyal positif,” kata Redma.

Redma mengungkapkan, industri TPT di dalam negeri terpukul akibat banyaknya pembatalan dan pemangkasan order ekspor. Sementara, pasar di dalam negeri juga tidak banyak membantu karena daya beli masih lemah.

Terjadi penumpukan stok di pabrik, hingga memaksa perusahaan memangkas produksi. Akibatnya, kata dia, kini marak perusahaan TPT di dalam negeri merumahkan karyawannya.

“Anggota APSyFI sudah sekitar 1500-an orang yang dirumahkan. Kalau informasi dari API (Asosiasi Pertekstilan Indonesia), yang dirumahkan sekitar 43.000 orang,” ungkap Redma.

“Kalau anggota APSyFI yang sudah info PHK hanya Kahatex. Kalau SPV sudah full stop, karyawan dirumahkan, IBR jalan tinggal 1 line, Indorama pun stop 2 line. Yang lain udah kurang produksi 30%,” kata Redma.

Perusahaan-perusahaan anggota APSyFI adalah produsen serat/ rayon, yang juga memasok produksinya ke pasar ekspor. Diantaranya ada yang sekitar 25% produksi dijual ke pasar ekspor.

“Sementara, pasar lokal sangat parah,”
Krisis ekonomi Dunia 2022 yang mungkin akan berlanjut hingga tahun 2024.
Krisis 2022 hampir mirip krisis 1917 sesudah perang dunia I dan adanya flu Spanyol yang banyak makan korban jiwa di Eropa saat itu membuat perdagangan gula dan rempah rempah jatuh harganya. Mayor Tan Tjien Kie pengusaha gula dari Cirebon saat itu merasakan jatuhnya harga gula saat itu. Mengakibatkan perusahaannya bangkrut dan harta kekayaannya disita oleh Pemerintah Kolonial Penjajah waktu itu tahun 1922 karena pajak tinggi dan harga gula yang jatuh.
Krisis 2022 berbeda dengan krisis 1997-1998
Krisis 1997-1998 ini bermula di Thailand (dikenal dengan nama krisis tom yum kung di Thailand; Thai: วิกฤตต้มยำกุ้ง) seiring jatuhnya nilai mata uang baht setelah pemerintah Thailand terpaksa mengambangkan baht karena sedikitnya valuta asing yang dapat mempertahankan jangkarnya ke dolar Amerika Serikat. Waktu itu, Thailand menanggung beban utang luar negeri yang besar sampai-sampai negara ini dapat dinyatakan bangkrut sebelum nilai mata uangnya jatuh. Saat krisis ini menyebar, nilai mata uang di sebagian besar Asia Tenggara dan Jepang ikut turun,bursa saham dan nilai aset lainnya jatuh, dan utang swastanya naik drastis.
Indonesia, Korea Selatan, dan Thailand adalah negara-negara yang terkena dampak krisis terparah. Hong Kong, Laos, Malaysia, dan Filipina juga terdampak oleh turunnya nilai mata uang. Brunei, RRT, Singapura, Taiwan, dan Vietnam tidak kentara dampaknya, namun sama-sama merasakan turunnya permintaan dan kepercayaan investor di seluruh Asia.
Rasio utang luar negeri terhadap PDB naik dari 100% menjadi 167% di empat negara besar ASEAN pada tahun 1993–96, lalu melonjak hingga 180% pada masa-masa terparah dalam krisis ini. Di Korea Selatan, rasionya naik dari 13% menjadi 21%, lalu memuncak di angka 40%. Negara industri baru lainnya masih lebih baik. Kenaikan rasio pembayaran utang ekspor hanya dialami oleh Thailand dan Korea Selatan.
Meski sebagian besar negara di Asia memiliki kebijakan fiskal yang bagus, Dana Moneter Internasional (IMF) turun tangan melalui program senilai US$40 miliar untuk menstabilkan mata uang Korea Selatan, Thailand, dan Indonesia, negara-negara yang terdampak parah dalam krisis ini. Upaya menghambat krisis ekonomi global gagal menstabilkan situasi dalam negeri di Indonesia
Buku The Asian Financial Crisis: Origins, Implications and Solutions, Springer, Karya Kaufman, GG., Krueger, TH., Hunter, WC, membedah krisis ekonomi tersebut.
Di dalam buku ini dijelaskan krisis ekonomi Asia adalah krisis finansial yang dimulai pada Juli 1997 di Thailand, dan memengaruhi mata uang, bursa saham dan harga aset lainnya di beberapa negara Asia, sebagai Macan Asia Timur.
Negara yang paling parah terkena dampak krisis ini diantaranya Indonesia, Korea Selatan dan Thailand. Sementara Hong Kong, Malaysia dan Filipina juga terpengaruh.
Krisis moneter tahun 2008 berawal dari Kasus kebangkrutan terbesar di Amerika Serikat ini mengungkapkan seberapa besar pasar keuangan bergantung kepada aset ‘busuk’- apa yang disebut sebagai hipotek subprime dan turunannya – saat terjadi lonjakan beberapa tahun sebelumnya.

Masalah ini terjadi karena industri hipotek memberikan dana kepada para peminjam yang sebenarnya tidak mampu membayar. Sehingga terjadi peningkatan kebangkrutan yang memicu ambruknya sejumlah lembaga peminjaman.

Bagi dunia, hal ini menandakan berakhirnya pertumbuhan
Krisis 2008 tersebut berawal dari kondisi domestik AS dengan hipotek subprima yang mengalami krisis, kemudian berkembang menjadi krisis global ketika runtuhnya Lehman Brothers, suatu institusi finansial telah terlibat dalam praktik investasi di pasar AS, pada 15 September 2008 (Williams, 2010: 10).
Kita berdoa semoga Badai Krisis ini Berlalu dan mereda.Berharap pajak dapat diturunkan dan diharapkan ada perhatian dan solusi bagi industri Tekstil dan Garmen