Refleksi Perjuangan Perempuan dalam Seremoni Maulid Nabi
Bandung.Swara Jabbar Com.-Kondisi perempuan sebelum Islam sangat tidak di hargai. Perempuan dianggap sebagai “makhluk setengah manusia”. Hal itu karena kehadirannya dianggap hanya sebagai pelengkap kebutuhan laki-laki.
Namun ketika Islam datang lewat apa yang disuarakan oleh Nabi Muhammad dengan semangat revolusionernya, hadir untuk membebaskan, menghargai dan memuliakan perempuan.
Islam hadir dengan ajaran yang menempatkan posisi perempuan setara di hadapan Allah SWT. Islam mengapresiasi perempuan dengan pahala yang sama ketika berbuat kebaikan dan Islam sangat menjunjung tinggi nilai kemanusiaan perempuan.
Padahal sebelumnya, eksistensi perempuan hanyalah makhluk yang dipandang tidak sempurna. Perempuan yang pada awalnya sangat tidak diharapkan kehadirannya bahkan harus di bunuh hidup-hidup ketika lahirnya. Akan tetapi, Islam justru mengapresiasi dengan menyambut kelahirannya lewat cara bersyukur dengan prosesi aqiqah.
Banyak ajaran Islam dibawa oleh Nabi Muhammad SAW yang berkaitan dengan pembebasan dan pemuliaan terhadap perempuan; seperti hak waris, hak mendapatkan pendidikan, hak menyatakan pendapat, hak berpartisipasi di ruang publik, hak mendapatkan kesehatan, hak mendapatkan jaminan keamanan dan lain sebagainya. Maka tidak heran, zaman Nabi Muhammad SAW merupakan puncak keemasan posisi perempuan.
Namun sangat disayangkan, kepergian Nabi Muhammad untuk selamanya memutar arah jam ketika posisi perempuan perlahan mengalami kemunduran.
Lantas apa yg menjadi problem perempuan hari ini? Salah satu problem yg sangat mengkhawatirkan itu adalah masih tingginya angka kekerasan terhadap perempuan, seperti pada Catatan Tahunan Komnas Perempuan.
Kenapa bisa seperti itu? Karena bagi sebagian perempuan untuk melaporkan kasus yang mereka alami perlu dukungan positif. Dalam beberapa kasus, bahkan mereka merasa takut melapor, malu atau menganggap itu sebuah aib yang tidak boleh orang banyak mengetahuinya.
Sementara tren kekerasan terhadap perempuan semakin variatif dari segi modus dan bentuk kekerasannya. Sekilas, potret perempuan hari ini tidak berbanding lurus dengan apa yang menjadi cita cita mulia ajaran Nabi kita Muhammad SAW.
Maka dari itu seremonial tentang peringatan hari besar keagamaan seperti Maulid Nabi ini menjadi media refleksi kritis dari pada pola keberagaman kita selama ini, sekaligus perlu mengangkat tema-tema seperti ini.
Untuk itu saya menghimbau untuk perempuan harus bisa berdaya di segala bidang dengan tidak meninggalkan kewajiban utamanya sebagai ibu rumah tangga dan sebagai madrasah pertama untuk anak anaknya.
Opini: Sicilia Caesar Irawan