Pemerintahan

Gubernur Jabar Minta Saran WHO Terkait Penyuntikan Vaksin COVID-19

BANDUNG.SJ COM.-Sebanyak 9,1 juta warga di Republik Indonesia rencananya akan divaksinasi pada November hingga Desember 2020 dengan vaksin yang dibeli pemerintah pusat dari tiga produsen vaksin luar negeri.

Terkait hal itu, Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil yang juga Ketua Komite Kebijakan Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Daerah Provinsi Jabar mengatakan, pihaknya mengajukan alokasi bagi 3 juta warga Jabar khususnya untuk daerah epidemiologi tinggi yakni Bodebek (Bogor-Depok-Bekasi).

Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Jabar pun pekan ini akan menggelar simulasi vaksinasi COVID-19 di Kota Depok untuk mengecek kesiapan sekaligus sebagai respons cepat terhadap pembelian vaksin oleh pemerintah pusat.

Selain itu, dalam setiap kebijakan penanggulangan pandemi COVID-19, Kang Emil –sapaan Ridwan Kamil– juga meminta masukan dari para ahli, termasuk dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk rencana vaksinasi COVID-19 di Indonesia khususnya Jabar.

“Kalau boleh, saya ingin mendapatkan ilmu dengan akurat dan cepat dari WHO tentang penyuntikan vaksin di wilayah Bodebek,” kata Kang Emil saat mengikuti expert briefings bersama Diah Satyani Saminarsih (Senior Advisor WHO) dan Prof. Dr. dr. Akmal Taher, SpU(K) (Guru Besar UI) melalui konferensi video dari Gedung Pakuan, Kota Bandung, Selasa (20/10/20).

Dengan masukan dari WHO, lanjut Kang Emil, sebagai pejabat publik ia bisa menjelaskan kepada masyarakat terkait tata cara penyuntikan vaksin yang tepat.

“Jadi ketika saya memberikan informasi kepada masyarakat, saya bisa menjelaskan secara rasional,” ucap Kang Emil.

Dalam agenda tersebut, Kang Emil juga membahas peran penting puskesmas dalam menanggulangi pandemi COVID-19 di Jabar.

Ia mengatakan, reformasi puskesmas perlu dilakukan agar kesehatan masyarakat dapat dilayani lebih baik.

Selain itu, dalam penanggulangan COVID-19 di Jabar, Kang Emil berujar, pihaknya fokus pada wilayah Bodebek dan Bandung Raya sebagai daerah penyumbang kasus COVID-19 terbanyak di Jabar.

“Energi dan anggaran Jabar dalam jangka pendek (untuk penanggulangan COVID-19) akan fokus di Bodebek,” ujar Kang Emil.

Kepada para ahli dalam konferensi video tersebut, Kang Emil juga memaparkan prinsip Jabar dalam menanggulangi pandemi global COVID-19 di provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia ini.

“Sifat pengelolaan pandemi (COVID-19) di Jabar memiliki lima prinsip yang dijalankan,” kata Kang Emil.

Prinsip yang pertama adalah proaktif. Kang Emil berujar, Jabar menerapkan pemerintahan yang proaktif karena wilayah Indonesia sangat besar sehingga pemerintah daerah harus mampu membuat keputusan secara cepat.

Kedua, transparan. Di Jabar, keterbukaan informasi salah satunya dilakukan melalui aplikasi Pusat Informasi dan Koordinasi COVID-19 Jabar (Pikobar).

Ketiga, Jabar menggunakan scientific leadership sehingga setiap keputusan dibuat berdasarkan masukan para ahli.

Keempat, inovatif. Kang Emil menjelaskan, Jabar mampu menggerakkan seluruh industri untuk fokus melawan pandemi, antara lain dengan adanya fasilitas waste management untuk limbah COVID-19 hingga membuat ventilator dan Alat Pelindung Diri (APD).

Prinsip kelima adalah kolaborasi dengan berbagai pihak atau institusi sebagai salah satu kunci penanganan pandemi COVID-19 di Jabar secara cepat dan tepat.

Adapun saat ini, pengetesan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) yang dilalukan di Jabar sudah memenuhi standar WHO yakni terhadap 1 persen dari total populasi.

Berdasarkan data Pusat Informasi dan Koordinasi COVID-19 Jabar (Pikobar) hingga Selasa (20/10) pukul 21:00 WIB, terdapat 502.993 tes PCR di Jabar. Merujuk Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jabar, total penduduk Jabar per 2019 adalah 49,3 juta jiwa.

Sementara itu, guru besar Universitas Indonesia (UI), Prof. Dr. dr. Akmal Taher, SpU(K) mengatakan akan mengusulkan pelaksanaan tracing dan testing di puskesmas.

Ia mencontohkan, puskesmas memiliki peran krusial dalam penanganan pandemi COVID-19 di Thailand. Akmal mengatakan, Thailand memiliki sekitar 10 ribu puskesmas untuk 70 ribu penduduk. Sementara Indonesia memiliki 10.300 puskesmas untuk 260 juta penduduk.

“(Puskesmas) itu kekuatan kenapa mereka (Thailand) bisa mencegah dan mendeteksi dini COVID-19. Mereka istilahkan puskesmas mereka punya kemampuan untuk mencegah (COVID-19),” tutur Akmal.

“Jadi kami usulkan tracing dan testing dilakukan di puskesmas, karena kita belum memanfaatkannya. Apalagi jika kita ingin mempertahankan pelayanan dasar kesehatan,” tambahnya.

Menurut Senior Advisor WHO asal Indonesia, Diah Satyani Saminarsih, puskesmas adalah kunci untuk mengendalikan pandemi dari hulu karena memiliki jejaring yang sangat luas.

“Investasi di puskesmas, layanan kesehatan dasar, akan menopang kesehatan suatu negara,” ujar Diah.

Ia pun menyarankan agar pemerintah bisa mengoptimalkan peran strategis puskesmas dalam penanganan COVID-19.(red)