Ragam

Tjutju Widjaja Pameran lukisan di Galeri Nasional

Jakarta.Swara Jabbar Com.-

Oleh Jeremy Huang Wijaya

Ada pepatah Tiongkok berkata 没有老字号能出作品,即使老了还能工作
Méiyǒu lǎozìhao néng chū zuòpǐn, jíshǐ lǎole hái néng gōngzuò artinya Tidak ada kata tua untuk menghasilkan karya meski usia tua bisa menghasilkan karya
Tjutju Widjaja di usianya 81 tahun masih bisa menghasilkan karya dan ikut pameran Seni Rupa Kontemporer Indonesia Berthema Manifesto Trans Posisi yang di ikuti 108 peserta dengan 108 karya tadinya ada 613 lebih calon peserta yang mendaftar tetapi hanya 108 yang terpilih.
Ada juga karya DR W Himawan M, SN asisten Profesor di ITB ada juga karya Dedi Suardi pelukis kelahiran Indramayu.
DR W Himawan M, SN sudah beberapa kali mengikuti pameran manifesto kali ini yang ke 7. Karya Himawan berjudul The Journey tentang Sejarah manusia dalam menjelajah dunia disaat menjelajah dunia selalu di bantu oleh tekhnologi. DR W Himawan M, SN sudah menghasilkan 600 karya lukisan.
Karya Tjutju Widjaja berthema Wanita Kelenteng. Tjuju Widjaja sudah menghasilkan 200 karya
Pameran Seni Rupa kontomporer Indonesia di Galeri Nasional Jakarta di hadiri Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi kembali menggelar Pameran Seni Rupa Kontemporer Indonesia MANIFESTO. Pameran ini diinisiasi dan digelar oleh Galeri Nasional Indonesia
secara konsisten setiap dua tahun sekali. MANIFESTO kali ini hadir sebagai gelaran ke-8 dengan mengangkat tajuk TRANSPOSISI.
Pameran MANIFESTO diselenggarakan pertama kali pada tahun 2008 dalam rangka menyambut peringatan 100 tahun Hari Kebangkitan Nasional. Berlanjut MANIFESTO kedua “Percakapan Masa” (2010), MANIFESTO #3 “ORDE dan KONFLIK” (2012), MANIFESTO No.4 “Keseharian” (2014), MANIFESTO V “ARUS” (2016), MANIFESTO 6.0 “MULTIPOLAR: Seni Rupa Setelah 20 Tahun Reformasi” (2018), MANIFESTO VII “PANDEMI”, dan sekarang MANIFESTO VIII “TRANSPOSISI”. Tujuan dari MANIFESTO sendiri adalah untuk memetakan perkembangan seni rupa di Indonesia, yang kemudian diwujudkan sebagai manifesto atau pernyataan sikap dalam ekspresi seni rupa.

Penyelenggaraan MANIFESTO tahun ini berbeda dengan penyelenggaraan sebelumnya, khususnya terkait dengan lokasi pameran yang kali ini bertempat di Galeri Nasional Indonesia (GNI) dan gedung bersejarah STOVIA (kini disebut Museum Kebangkitan Nasional), Jakarta. Relasi kedua lokasi itu menyegarkan kembali gagasan awal penyelenggaraan Pameran MANIFESTO kali pertama (2008) sebagai peringatan momen satu abad gerakan Kebangkitan Nasional Indonesia (sejak 1908).

Pameran Seni Rupa Kontemporer Indonesia MANIFESTO VIII “TRANSPOSISI” dikuratori oleh Rizki A. Zaelani, Suwarno Wisetrotomo, Citra Smara Dewi, dan Teguh Margono. Diungkap Rizki, Pameran MANIFESTO terus menegaskan dua hal penting, bahwa perkembangan seni rupa kontemporer Indonesia kini telah mengembangkan model apresiasi publik terhadap ekspresi karya-karya seni rupa yang dipresentasikan di ruang-ruang publik (termasuk gedung STOVIA yang kini dijadikan museum kesejarahan). Gagasan penciptaan karya-karya seni rupa kontemporer Indonesia pun, pada umumnya, tetap menjadi khas dan signifikan karena selalu menghubungkan dinamika kemajuan masyarakat kontemporer kini dengan landasan pembelaan sikap-sikap kebangsaan.

Sedangkan “TRANSPOSISI” sebagai tema kerja kurasi maupun judul pameran ini lebih dari sekadar undangan bagi para seniman untuk menentukan posisi dan peran kerja penciptaan seni mereka yang baru (atau sekadar “reposisi”). Tema “TRANSPOSISI” terutama menganggap penting upaya pengetahuan dan kesadaran para seniman untuk terus memeriksa kamus gagasan serta tindakan penciptaan seni yang sebelumnya telah dikerjakan masing-masing seniman untuk menciptakan lokasi peran seni yang terbarukan. “Pendek kata, pameran ini memanfaatkan gagasan ‘TRANSPOSISI’ sebagai kemungkinan cara untuk terus menemukan atau menciptakan bentuk-bentuk yang hidup dari ekspresi perkembangan seni rupa kontemporer Indonesia, kini dan masa kemudian,” kata Rizki.

Menurut Suwarno, “Pameran MANIFESTO VIII ‘TRANSPOSISI’ memiliki arti penting bagi; pertama, jagad wacana dan praktik seni rupa di Indonesia karena menghadirkan seniman dan karya seni melalui proses kurasi yang tajam di bawah bingkai keindonesiaan, kebangsaan, serta keseharian; kedua, seniman berada dalam tantangan untuk mengelaborasi ide-ide kurasi yang terus bergerak seiring dengan isu-isu aktual dan kontekstual dalam karya seni visual; dan ketiga, publik seni maupun masyarakat luas dapat menyaksikan sekaligus mengonfirmasi perkembangan wacana dan praktik seni mutakhir.”

“Berbagai dinamika, perubahan, peralihan, hingga ‘turbulensi’ dalam proses berkesenian para perupa menjadi pertaruhan pada pameran MANIFESTO VIII kali ini. Sinergitas antara seni, sains, dan teknologi yang saling berkelindan dengan mengusung tema-tema masa lalu, masa kini, dan masa mendatang membawa imajinasi, persepsi, dan interpretasi publik tentang konsep kebangsaan melalui karya seni rupa kontemporer,” kata Citra.

Pameran Manifesto VIII “TRANSPOSISI” menampilkan karya 108 perupa Indonesia (perorangan dan kelompok), masing-masing menyuguhkan 108 karya yang dipilih berdasarkan hasil seleksi kurasi karya-karya dari 613 calon peserta yang mengajukan melalui undangan terbuka (open call). Karya-karya tersebut berupa lukisan, grafis, drawing, mural,
patung, instalasi, found object, kolase, kriya tekstil, fotografi, seni digital, video art, animasi, video mapping, dan virtual reality.
艺术是创造性工作的美
Yìshù shì chuàngzàoxìng gōngzuò dì měi artinya Seni adalah keindahan karya yang kreatif