Pemerintahan

Adanya PMK, Omzet Peternak Turun.

Jakarta.Swara Jabbar com.-Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Nanang mengatakan, tak sedikit para peternak sapi merasakan kerugian akibat wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang menyerang ternaknya. Nanang mengatakan, seharusnya selama moment Idul Adha, peternak biasanya menikmati kenaikan harga 10 persen bahkan sampai 25 persen dari harga normal. Namun lantaran adanya wabah PMK, peternak terpaksa justru harus merasakan penurunan omzet antara 10-15 persen.

“Kalau kami mendapatkan informasi dari para pelaku usaha di daerah belum lagi kalau yang terpapar dan tidak bisa diselamatkan yang terpaksa harus dipotong paksa. Dipotong paksa itu penurunan harganya luar biasa, sapi yang harga kisarannya sekitar Rp 25 juta, turun menjadi Rp 10 juta atau Rp 8 juta. Ini yang membuat benar-benar peternak sangat terpukul,” ujarnya dalam webinar Forwatan 2022 dengan tema Idul Adha Dibayang-bayang PMK, Amanakah? yang disiarkan secara virtual.

Oleh sebab itu Nanang meminta agar Perum Bulog mau menyerap sapi atau kerbau milik peternak yang terpapar Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) agar dipotong bersyarat dan menjadi stok Bulog daripada harus mengimpor daging dari India. “Kita meminta kepada pemerintah untuk sapi atau kerbau ini bisa menjadi buffer stock yang tadinya Bulog mengimpor daging kerbau India. Ini kesempatan sekarang untuk bisa dialihkan pembelian daging kerbau India ini dengan membeli daging atau ternak yang terpapar PMK dari para peternak,” kata dia.

Nanang membeberkan ada dua keuntungan yang didapatkan jika Perum Bulog mau menyerap daging sapi atau kerbau milik peternak. Pertama adalah Perum Bulog tidak perlu membuang-buang devisa untuk membeli daging impor dari India. Kedua, dengan cara ini dinyakini akan membantu para peternak yang kehilangan keuntungan dalam kondisi kedaruratan seperti ini. “Karena jumlahnya sudah bergerak sangat banyak maka kita meminta kepada pemerintah melalui Perum Bulog untuk sapi ini bisa menjadi buffer stock,” pungkasnya. (*)