Politik

Pemilu Watch: Pemuda Harus Terlibat Pengamanan Suara Rakyat Pada Pemilu 2024

Bandung.Swara Jabbar Com.-Pemilu Watch Indonesia berkolaborasi dengan IKA Muda UNPAD mendorong peningkatan kualitas kesadaran politik melalui pendidikan politik dengan turut mengundang Anggota KPU Jawa Barat yakni Dr. Nina Yuningsih, MM. Sebagai pembicara yang menerangkan bahwa proses pendidikan politik terhadap rakyat tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, terlebih sebagian rakyat berpendapat bahwa, politik adalah ideologi, politik adalah keyakinan, dan politik adalah pilihan hidup yang rasional.

Dalam angka jumlah pemilih pemula cukup besar dengan rata-rata 30 persen dari jumlah pemilih di Pemilu 2004 yang berjumlah sekitar 29 juta, Pemilu 2009 sekitar 36 juta, Pemilu 2014 dan 2019 sekitar 40 juta.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pemilih pemula, di antaranya afilasi politik orang tua, figur tokoh dan identifikasi politik yang ada di lingkungan sekitar. Oleh sebab itulah, Key Opinion Leader yang lebih tepat untuk menjadi icon bagi pemilih pemula adalah peran pemuda itu sendiri.

Menurut Laporan Kinerja Akhir Tahun 2018, DKPP menerima 490 aduan yang terdiri dari 333 aduan terkait Pilkada 2018 dan 157 aduan terkait Pemilu 2019. Dari jumlah itu, DKPP telah menyidangkan serta memutus 280 perkara yang melibatkan 812 penyelenggara pemilu, di antaranya, 348 orang dijatuhi sanksi teguran tertulis, 79 orang anggota KPU diberhentikan secara tetap, dan 15 orang diberhentikan dari jabatan ketua (DKPP, 2019).

Dalam diskusi tersebut, selain dari Anggota KPU Jawa Barat, turut serta dari elemen kepemudaan seperti Sekjen PB HMI Ichya Halimudin, Ketua Umum PP Pemuda PERSIS Ibrahim Nasrul, Korwil GMKI Jawa Barat Andreas Simanjuntak, Sekjen GMNI Kota Bandung Christian Viery, Ketua BEM KEMA UNPAD Haikal Febriansyah, dan Tokoh Muda UI Riansya Putra.

Peristiwa Pemilu 2019 yang menjadi tolak ukur kecurangan harus menjadi pengalaman kita bersama bagi penyelenggaraan Pemilu 2024 akan datang.

Apalagi Pemilu 2024 diprediksi akan memiliki tantangan tersendiri jauh akan lebih sulit ketimbang Pemilu sebelumnya. KPU dan Bawaslu sebagai garda terdepan dalam mengawal penyelenggaran Pemilu juga harus memberikan garansi untuk tidak terjadinya korupsi politik.

“Puncak pertaruhan nasib rakyat Indonesia dalam lima tahun ke depan justru ada di TPS” Kata Rian.

Masa pencoblosan suara merupakan puncak pembuktian fair play bagi seluruh stakeholder dalam penyelenggaraan Pemilu, baik untuk KPU, Bawaslu, Pemerintah, Partai Politik, tim kampanyenya, dan bahkan untuk seluruh rakyat Indonesia.

Apalagi jika proses penghitungan suara terjadi menjelang senja, seringkali TPS dalam kondisi kosong. Oleh karena itu, gerakan penyelamatan suara rakyat pasca-pencoblosan harus dikumandangkan menjadi visi besar semua penyelenggaraan Pemilu 2024, terutama KPU dan Bawaslu.

Di antaranya dapat menggerakan pemuda untuk menjadi pengawasan partisipatif lapis kedua selain pengawasan TPS. Mereka harus menjadi penyelamatan suara rakyat Indonesia, sehingga calon pemimpin yang terpilih itu betul-betul kehendak suara rakyat.

Penyelenggaraan Pemilu 2024 diprediksi lebih berat karena tiga event penyelenggaraan Pemilu, Pemilihan Presiden, Pemilihan Anggota Legislatif, dan Pemilihan Kepala Daerah diselenggarakan pada tahun yang sama.
Oleh karena itu, KPU dan Bawaslu tidak dapat bekerja sendirian, tetapi harus melibatkan seluruh rakyat, terutama kelompok-kelompok pemuda.

Pada diskusi tersebut disepakati oleh semua elemen yang hadir untuk membuat moraturium untuk diadakannya “Uji Publik Kandidat Calon legislatif dan Calon Kepala Daerah yang berbasis akademik dan transformatif dengan melibatkan komunitas sosial kepemudaan di Jawa Barat” pada Pemilu 2024 nanti yang diyakini akan menjawab asas Luber dan Jurdil.

Pemuda dapat berperan sebagai pengawal penyelenggaraan Pemilu 2024 agar tidak terjadi lagi pelanggaran, dan korupsi politik.*