Regional

Ceu Popong dan Folmer Siswanto Silalahi , Dalam Bandung Riungers

Bandung.Swara Jabbar Com.-

Oleh Jeremy Huang Wijaya

只要大家共同承诺根据讨论结果进行决策,讨论就可以解决问题并提供解决方案
Zhǐyào dàjiā gòngtóng chéngnuò gēnjù tǎolùn jiéguǒ jìnxíng juécè, tǎolùn jiù kěyǐ jiějué wèntí bìng tígōng jiějué fāng’àn Artinya Diskusi dapat memecahkan masalah dan memberikan jalan keluar asal ada komitmen bersama untuk menjalankan keputusan dari hasil diskusi

Ulah Diuk silih Tudung – Calik silih Tudung – Lempang silih Jewang.

Kudu Ngahiji
Sareundeuk Saigel
Sawanda Sawirahma.
Nangtung di KaRiungan.
Ngadeg di Karageman
Sila Rampak SaAmparan.
Nu Enya kudu di Enyakeun.
Nu Lain kudu di Lainkeun.
Rancage Kana Gawe.
Rancingas Kana Rasa.
Motekar Dina Kinerja.

Bertempat di D’Botanica Jl Pasteur Kembali diadakan Diskusi Bandung Riungers dengan Menampilkan Ceu Popong Tokoh Sunda Bandung, Folmer Siswanto Silalahi Anggota DPRD Kota Bandung dari PDIP, “Erick Darmadjaya, B.Sc., M.K.P., Sekretaris Komisi A DPR anggota Badan Anggaran DPRD Kota Bandung tampil juga sebagai nara sumber Christian Julianto Budiman Anggota DPRD Kota Bandung. Jeremy Huang Pengamat Budaya Tionghoa juga tampil sebagai pembicara dalam Bandung Riungers kali ini.

Ceu Popong di KAA tahun 1955 sebagai penterjemah dan menjelaskan aneka jenis makanan yang disajikan. Sedangkan Abah Landung sebagai team Akomodasi dan transportasi. Abah Landung bercerita Ceu Popong dalam Konferensi Asia Afrika menjadi tokoh panitia favorit yang disukai peserta.Ceu Popong menjelaskan Sunda itu cantik, berharga dan dinamis, menerima semua kelompok yang ada.

Ceu Popong merasa sedih pejabat yang harusnya jadi panutan dan teladan, malah melanggar aturan yang ada. banyak oknum-oknum pejabat yang melanggar aturan yang dibuat misalkan parkir di tempat dilarang parkir sehingga membuat kemacetan. Harus ada pembagian waktu bagi para pedagang UMKM di tempat tertentu supaya tidak timbul kemacetan. Tahun 1970 di Jalan Merdeka ada pembagian jam berjualan sehingga menghindarkan kemacetan.

Folmer Siswanto Silalahi Anggota DPRD Kota Bandung dari PDIP menjelaskan jumlah penduduk kota Bandung tidak sebanding dengan luas wilayah kota Bandung. Jumlah penduduknya 2,500.0000. Luas wilayah Kota Bandung ; 167,31 km2 (64,60 sq mi) · 48 · 768 m (2,52).Folmer Siswanto Silalahi menjelaskan Lembaga DPRD adalah lembaga kolektif kolegial. Tidak dapat berjalan sendiri sendiri. Forum Forum diskusi ini harus sering dilakukan untuk mencari Solusi dari masalah yang ada. Di Bandung ada perda ketertiban penataan PKL.

Zona merah luas jalan tidak boleh ada PKL. Zona kuning berbatas waktu. Zona hijau 24 jam boleh jualan. Pemerintah daerah Kota Bandung harus menyiapkan lahan untuk pelaku usaha kecil UMKM berjualan. Pemerintah daerah kota Bandung harus lebih memperhatikan UMKM karena selama Pandemi hanya pedagang kecil yang tangguh mampu bertahan.

Erick Darmadjaya B.Sc,.M.K.P yang pernah duduk di Badan Anggaran pernah menolak rencana anggaran pemerintah kota Bamdung karena ada anggaran yang tidak jelas peruntukkannya. Banyak kepentingan yang bermain dalam rencana anggaran kota Bandung oleh sebab itu di tolak..dan Erick Darmadjaya B.Sc, M.K.P. hanya 1,5 tahun di Badan Anggaran.

Christian Julianto Budiman berbicara tentang kesejahteraan masyarakat membuka usaha bagi pedagang UMKM yang tidak permanen. Supaya pedagang UMKM dapat mengembangkan bisnisnya. Sistem Soss yang menjadi program pemerintah diharapkan dapat membantu pelaku usaha kecil dalam mengelola bisnisnya. Pemerintah kota Bandung harusnya ada sangsi tegas bagi pelaku usaha yang melanggar ijin usahanya.

Dalam kesempatan tersebut Jeremy Huang Wijaya diminta oleh Martin B. Chandra moderator Bandung Riungers untuk menceritakan perjalaTionghoa dari Cirebon ke Kota Bandung. Dalam kesempatan tersebut Jeremy Huang Wijaya menceritakan kronologi kedatangan warga Tionghoa dari Cirebon ke Bandung semasa jaman Daendles.

Oleh Daendles warga Tionghoa dari Jamblang Kab Cirebon diminta untuk membuka usahanya di Bandung. Yusuf Tri Utomo, Muhammad (2017) Perancangan Media Informasi Biografi menceritakan Tokoh Tionghoa Tan Sim Tjong Di Kota Bandung Melalui Buku Ilustrasi. Diploma thesis, Universitas Komputer Indonesia. Munculnya Tokoh Tan Sim Tjong ketika Jeremy mencari jejak leluhurnya yaitu Tan Hwie Tjeng.

Dalam kesempatan tersebut Jeremy Huang Wijaya menceritakan Tan Sim Sioe dan Tan Sim Tjiong merupakan keturunan dari Tan Hwie Tjeng yang berasal dari Nan Jing Fujian Tiongkok. Tan Sim Tjong lahir di Batang dan merupakan generasi kelima yang sudah tinggal di Jawa. Menurut catatan Tan Tjin Lian, leluhur pertama Tan Sim Tjong adalah Tan Hwie Tjeng asal Lam Tjeng di Provinsi Hok Kian (dalam lafal mandarin berarti Nanjing di Provinsi Fujian), Tiongkok Selatan. Tan Sim Tjong adalah salah satu etnis Tionghoa pertama yang tinggal di Bandung, Selain sebagai etnis Tionghoa, masyarakat mengenal beliau sebagai Tokoh Tionghoa yang aktif pada jamannya.

Beliau dikenal sebagai orang kaya yang memiliki rumah mewah yang berada di Jalan Jendral Sudirman Bandung, selain itu juga Tan Sim Tjong memiliki tanah luas yang ditanami pohon jeruk dan pohon bambu cina, pemimpin pecinan Bandung ini aktif di komunitas Tionghoa yang bernama Tiong Hoa Hui Guan (THHK), organisasi tersebut bergerak di bidang pendidikan dan beliau meninggal pada tahun 1929 di Kota Bandung.

Informasi yang memuat tentang tokoh Tionghoa Tan Sim Tjong dinilai sangat kurang sekali, hal ini menyebabkan masyarakat luas khususnya generasi muda Tionghoa kota Bandung kurang mengetahui informasi dan juga tentang keberadaan tokoh Tan Sim Tjong. Sejak 1927, di Bandung ada gang yang diberi nama Sim Tjong.

Hal ini misalnya diketahui dari berita De Koerier edisi 30 Juli 1927, tentang seorang Tionghoa dari Gang Sim Tjong yang melaporkan pembantunya, Nji Entjok, sekarang buronan, telah mencuri uang sebesar f. 14 dari lemari yang sebelumnya dikunci.

Koran Sin Po edisi 14 September 1933, Sipatahoenan antara 1935 hingga 1941, dan Kong Hoa Po edisi 10 Desember 1938. Sekarang Gang Sim Tjong bernama Jalan Rd. Adibrata, Kelurahan Kebon Jeruk, Kecamatan Andir, Kota Bandung.

Nama Gang Sim Tjong diambil dari nama Tionghoa kaya yang tinggal di pecinan Citepus di masa lalu: Tan Sim Tjong (yang lahir 1837-meninggal 1929). Salah satu bukti tertua tentang kehadiran Tan Sim Tjong di Bandung, bisa kita ikuti dari kabar Bataviaasch Nieuwsblad edisi 1 September 1887 dan Java-bode edisi 3 September 1887.

Menurut kedua surat kabar tersebut, pada hari Kamis, 29 September 1887, pukul 10.00, di depan kantor lelang Bandung akan berlangsung penjualan tiga persil tanah di ibu kota Bandung, yang kesemuanya dimiliki Tan Sim Tjong.

Tiga persil tanah itu yang pertama berada di Kampung Citepus seluas 10.202 meter persegi, yang ditanami pohon buah-buahan dan sebuah rumah kayu bergenting, nomor regsitrasinya 9. Persil kedua di jalan utama ke arah Cianjur, seluas 1.588 meter persegi, yang ditanami pohon buah-buahan dan tanaman lainnya, serta satu rumah bambu bergenting, nomor regsitrasinya 145. Dan persil ketiga, terletak di ibu kota Bandung seluas 1.706 meter persegi, ditanami pohon buah-buahan dan sebuah rumah, bernomor registrasi 147. Itulah keberadaan Tan Sim Tjong berasal dari Jamblang Kabupaten Cirebon.

Dalam kesempatan tersebut Martin B Chandra yang juga menjadi moderator menceritakan yang menjadi Pemimpin Pelaksana Pembangunan Gedung Sate saat itu adalah Lim A Goh. Dan yang membuat ukiran di Gedung Sate adalah warga Tionghoa yang berasal dari Kong Hu Cina kata Martin B Chandra.