Indahnya Rest Area KM 206 B Heritage Banjaratma Ex Pabrik Gula Banjaratma
Swara Jabbar Com.-
Oleh Jeremy Huang
文化遗产建筑是过去生活历史的见证者,必须予以保护
Wénhuà yíchǎn jiànzhú shì guòqù shēnghuó lìshǐ de jiànzhèng zhě, bìxū yǔyǐ bǎohù artinya bangunan cagar budaya adalah saksi sejarah kehidupan di masa lampau yang harus dilestarikan.
Puji Tuhan berkat Kebaikan Eni dan Rosi mensponsori dan membiayai kami travelling,mengadakan perjalanan ke Jogja Sepulang dari Jogjakarta, saya bersama istri Saya Julia Christiani Utami dan kawannya saya bernama Teddy Sutardi dan Eni. Kami mampir ke Rest Area KM ,206B Heritage Banjaratma ternyata Bangunan tersebut bekas pabrik gula.
Pada peta Dutch Colonial Maps tahun 1918. Pabrik gula Banjaratma disebut dengan nama station Banjaratma Proofstation atau station Pengujian yang dimaksud adalah tempat khusus untuk melakukan penelitian ilmu terhadap budi daya dan proses produksi gula sehingga memperoleh produksi gula yang optimal. Proestation diperkenalkan oleh Gerrit Jan Mulder pada tahun 1848 pada pabrik gula di Bogor yang selanjutnya menjadi kebutuhan penting di Pabrik Gula. Gerrit Jan Muelder sebagai penasehat pemerintah berpendapat bahwa produsen gula harus menerapkan teknologi yang paling optimal bukan tekhnologi yang paling modern.
Tekhnologi yang paling optimal adalah tekhnologi yang disesuaikan dengan situasi di Jawa. Ini berarti bahwa kemungkinan bahwa dalam kemungkinan tekhnik yang digunakan, kombinasi yang digunakan itu mendapatkan hasil yang bernilai ekonomis untuk pemerintah dan produsen gula. Tekhnologi di Jawa pada saat itu yang paling optimal yaitu tekhnologi dengan basis bahan bakar air sebagai penggerak mesin uap.
Berdasarkan inovasi tersebut sejak tahun 1885 keberadaan Station Pengujian atau Proefstations memiliki peran besar dalam keberhasila produksi gula di Jawa.
Pada tahun 1997 merupakan operasional terakhir PT Banjaratma karena kerugian yang terjadi secara terus menerus.
Selain rempah rempah, Nusantara terkenal dengan produksi gulanya yang terbaik se dunia
8000 tahun sebelum masehi (SM).
Gula dikenal oleh orang-orang di Polinesia sejak ribuan tahun lalu dari tanaman yang kini kita sebut sebagai tebu. abad ke 7 sesudah masehi, para pedagang dari Arab dan Asia mulai membawa gula sebagai barang dagangan mereka dari Persia. Gula dibawa ke kawasan China, Yunani dan Romawi serta berbagai daerah lain di dunia. Oleh masyarakat Yunani Kuno, gula sebelumnya digunakan sebagai bahan untuk obat-obatan.
Gula pertama kali diketahui tercatat di Inggris pada tahun 1099. Pada masa ini, gula menjadi barang mewah yang sering disebut sebagai emas putih. Pada tahun 1319 di London, harga gula setiap kilogramnya sama dengan upah berbulan-bulan yang diterima pekerja di sana. Jawa Penghasil gula terbaik se dunia.
Setelah Perang Jawa berakhir pada 1830, Gubernur Jenderal Van Den Bosch memberlakukan sistem tanam paksa.
Sistem tanam paksa ini dilaksanakan dalam rangka menambal kekosongan kas keuangan pemerintah kolonial Belanda. Salah satunya tanaman tebu diwajibkan untuk ditanam yang kemudian menghasilkan gula putih. Gula Tebu adalah gula kristal putih (sakarosa) yang diperoleh dari tanaman tebu. Terkadang dijual dalam bentuk gula coklat (brown sugar) di Eropa.
Perkembangan gula dan pabriknya di Jawa, didukung oleh iklim dan tanah yang cocok untuk penanaman tebu. Di Jawa, saat itu, memiliki daerah yang panas dengan curah hujan yang cukup. Hal itu kemudian menimbulkan maraknya pabrik gula di Jawa.
Kemajuan industri gula masyarakat Tionghoa di Batavia, membuat Belanda tertarik menguasai seluruh produksi gula Tionghoa di Batavia. Padahal waktu itu, VOC yang meminta orang-orang Tionghoa untuk berkebun, menjadi buruh, dan pengusaha gula di Batavia. Tragedi pembantaian besar-besaran etnis Tionghoa oleh Belanda terjadi pada 1740 di Batavia.
Kerusuhan hebat terjadi, sehingga sungai di tempat pembantaian itu menjadi merah oleh darah orang-orang Tionghoa yang dibantai, yang kemudian disebut dengan “Angke” atau kali merah. Industri gula yang begitu pesat di Batavia pun berakhir tragis, karena “keuntungan” industri gula harus jatuh ke tangan VOC Belanda. Saat itu pembuatan gula berdasarkan teknologi dari China Tiongkok.
2 tokoh Tionghoa terkenal kaya karena bisnis gula yaitu Oei Tiong Ham ( 19 November 1866- 6 Juni 1924) dan Mayor Tan Tjien Kie di Luwunggajah Kab Cirebon.
Mayor Tan Tjien Kie meneruskan usaha pabrik gula peninggalan kakeknya yang bernama Tan Kim Lin pada tahun 1827 Tan Kim Lin mendirikan pabrik gula di Luwunggajah Kab Cirebon, kemudian di teruskan oleh Mayor Tan Tjien Kie hingga tahun 1919. Sepeninggal Mayor Tan Tjien Kie Pabrik gulanya bangkrut karena pajak yang terlalu tinggi